Jakarta (ANTARA News) - Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Basaria Panjaitan menjadi polisi wanita pertama yang menjadi pimpinan KPK. Basaria mengaku ingin menjadikan KPK sebagai pusat informasi korupsi.

"Ada tiga strategi untuk melakukan optimalisasi fungsi KPK, yakni penguatan terhadap amanah undang-undang KPK, mengoptimalkan koordinasi dan supervisi di bidang penyidikan dan penuntutan, serta penguatan pencegahan dan monitoring. Dalam melaksanakan koordinasi tersebut, KPK menjadi pusat informasi terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Basaria dalam uji kelayakan dan kepatutan di hadapan anggota Komisi III DPR RI di Jakarta, Selasa (15/12) malam.

Jika terpilih menjadi pimpinan KPK, dia berjanji untuk merevitalisasi fungsi KPK sesuai dengan amanah UU No 30 tahun 2002 tentang KPK yakni melakukan supervisi terhadap dua lembaga penegakan hukum yang sudah lebih dulu ada yakni kepolisian dan kejaksaan.

"Minimnya supervisi dan adanya anggapan sebagai kompetitor, sehingga terjadi keributan antara pimpinan KPK dan Polri. KPK juga boleh memutuskan apakah penyidikan kasus-kasus tertentu diserahkan ke kepolisian atau dikerjakan sendiri," tambah Basaria.

Basaria yang merupakan Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Politik itu menjelaskan dengan menguasai seluruh data, KPK diharapkan dapat mencermati kasus-kasus korupsi mana yang belum selesai.

"KPK harus dapat membangun sinergisitas dengan Polri dan Kejaksaan. Jika KPK, Polri, dan Kejaksaan, dapat bekerja sesuai peran masing-masing dan bersinergi, maka hubungan ketiganya dapat berjalan baik dan pemberantasan korupsi berjalan efisien," tambah Basaria.

Jika semua penegak hukum memiliki persepsi dan komitmen yang sama serta bekerja sesuai dengan peran dan fungsinya maka penegakan supremasi hukum akan berjalan baik.

"Tidak ada ego sektoral dan kegaduhan. Saya percaya KPK didirikan fungsinya untuk lebih memberdayakan Polri dan Kejaksaan," ungkap Basaria.

Namun dalam praktiknya, kata Basaria, KPK minim dalam melakukan supervisi dan menilai sebagai kompetitor sehingga terjadi kegaduhan.

"Keributan yang terjadi antara pimpinan KPK dan Polri, menunjukkan minimnya supervisi," kata Basaria.

Dengan supervisi itu pula, Basaria meyakini bahwa korupsi dapat diberantas, apalagi kejahatan itu dapat lebih mudah dihadapi dibanding yang melibatkan bandar narkoba.

"Sejak saya menjadi polisi saya duduk di reserse, dan saya paling banyak di (bidang) narkoba. Kalau bicara masalah kekerasan rasanya akan lebih mudah menghadapi koruptor ketimbang orang narkoba," tambah Basaria.

Dalam penanganan korupsi, Basaria juga memilih untuk tidak dengan mempermalukan para tersangkanya.

"Kita tidak musuhi orangnya. Kita musuhi perbuatannya," kata Basaria.

Sedangkan mengenai sejumlah butir revisi UU No 30 tahun 2002 tentang KPK seperti penyadapan, perekrutan penyidik independen dan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Basaria punya sejumlah pendapat sendiri.

Pertama soal pengaturan penyadapan, Basaria tidak setuju bila KPK mesti meminta izin kepada Ketua Pengadilan Negeri karena KPK memang harus punya kelebihan dibanding Polri dan Kajagung.

"Ini diatur secara jelas, bukan berarti dihilangkan. KPK harus punya kelebihan, KPK tak perlu izin meminta penyadapan," ungkap Basaria.

Tapi dalam pasal penyadapan harus dipertegas aturan yang mendukungnya, misalnya dalam kasus narkotika.

"Di dalam penyadapan, itu harus dipertegas. Saya kasih contoh narkotika dia, berapa lama menyadap, siapa yang memberikan penyadapan," tambah Basaria.

Namun Basaria tidak setuju KPK merekrut penyidik independen di luar penyidik dari Polri.

"Saya sudah jelaskan, bahwa penyidikan itu sesuai dengan KUHP, karena tidak ada pasal satu pun dalam undang-undang 30/2002 yang menyatakan penyidiknya adalah pegawai KPK. Kalau revisi ini jadi, maka harus diperjelas," tegas Basaria.

Sedangkan terkati penerbitan SP3, ia setuju KPk tidak diberi kewenangan untuk menerbitkan SP3.

"Lidik agak berbeda dengan KPK, kalau di KPK dua alat bukti masuk penyidikan, kalau di polisi itu sudah P21. Jadi, tak mungkin ada SP3 di KPK, rasanya hasil SP3 tidak boleh diberikan ke KPK karena sudah firm," tambah Basaria.

Harta Kekayaan
Basaria Panjaitan yang mendapatkan gelar sarjana muda bidang Akuntasi dari Universitas Jayabaya Jakarta (lulus 1982), dan sarjana Hukum bidang Hukum Pidana dari STIH IBLAM (lulus 2003) serta Magister Hukum Ekonomi dari Universitas Indonesia (lulus 2007) adalah pimpinan dengan harta kekayaan terbesar.

Basaria memiliki total harta kekayaan sejumlah Rp9,896 miliar yaitu berupa harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan sejumlah Rp8,896 miliar di kota Medan, kota Tangerang, 2 lokasi di kota Batam, kota Batam, 2 lokasi di kabupaten Lombok Barat serta 2 lokasi di kota Bekasi.

Harta bergerak lain berupa logam mulia dan benda bergeraklain senilai total Rp550 juta, serta giro dan setara kas lain sejumlah Rp460 juta.

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015