Setahun sudah dua pengelana bersepeda motor "Ekspedisi Indonesia Biru" Dandhy Dwi Laksono (39) dan "Ucok" Suparta Arz (34) berkeliling Indonesia.

Mereka berencana akan mengakhiri perjalanan Ekspedisi Indonesia Biru pada 31 Desember 2015 di kawasan kampung Badui di Banten.

Dandhy dan Ucok dalam perjalanan darat menggunakan dua sepeda motor bebek, menyusuri jalan-jalan di lintas Sumatera dari Aceh, menyempatkan beberapa hari mampir di Provinsi Lampung. Keduanya menyambangi Kota Metro pada Jumat (25/12) .

Dandhy dan Ucok pada Sabtu (26/12)  hadir sebagai narasumber penayangan dan diskusi salah satu film dokumenter perjalanan mereka, "Kasepuhan Ciptagelar", dokumentasi menjelajah dan membaur dengan masyarakat Badui di Banten.

Acara nonton bareng dan diskusi Film "Kasepuhan Ciptagelar" yang diadakan Komunitas Cangkir Kamisan itu, digelar di Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Metro, Lampung, Sabtu siang hingga petang.

Minggu (27/12) pagi melanjutkan perjalanan ke Bandarlampung lalu siangnya melanjutkan perjalanan ke Kalianda Lampung Selatan, untuk selanjutnya akan menuju Bakauheni dan menyeberang ke Merak, Banten.

"Mampir dulu tempat keluarga mertua di Kalianda," ujar Dandhy yang ternyata keluarga istrinya tinggal di Kalianda, Lampung Selatan.

Dandhy adalah juga jurnalis dan Pengurus Majelis Pertimbangan Organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, sedangan Ucok juga jurnalis yang berasal dari Aceh.

Dandhy juga menyatakan, setelah menyelesaikan perjalanan ini, dia bersama Ucok akan menuntaskan pembuatan video film dokumenter dari hasil penjelajahan ke seluruh Indonesia itu. "Kami juga akan buat dokumentasi foto dan tulisan serta menerbitkan buku tentang perjalanan itu," katanya pula.

Buat Film Dokumenter Lagi
Menurut Dandhy, selama perjalanan Ekspedisi Indonesia Biru dalam setahun ini, sebanyak enam hingga tujuh film dokumenter telah dihasilkan, yaitu "The Mahuzes", "70 Tahun Merdeka", "Lewa di Lembata", "Kala Benoa", "Samin VS Semen", dan "Kasepuhan Ciptagelar".

Film dokumenter itu, selain dapat ditonton di Youtube, ternyata pula menjadi bahan tontonan sekaligus diskusi oleh sejumlah kalangan kampus dan komunitas di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Dandhy dan Ucok, selain film dokumenter yang sudah selesai edit dan telah ditayangkan di YouTube itu, mereka masih harus membuat dan menyelesaikan belasan lagi film dokumenter dari perjalanan keliling Indonesia itu.

Mereka berdua telah merencanakan setidaknya sebanyak 20 tema film dokumenter akan dihasilkan dari perjalanan panjang itu, selain dokumentasi berupa foto dan tulisan/artikel.

"Perjalanan kami telah menempuh sekitar 20.000 km telah dilalui, mulai dari Badui pertama kali dan akan diakhiri di Badui lagi, sampai selesai ditargetkan pada 31 Desember 2015 ini," ujar Dandhy yang juga CEO WatchdoC Documentary Maker itu pula.

Film dokumenter yang dihasilkan dua jurnalis itu, telah menjadi bahasan dan kajian diskusi di kampus-kampus sejumlah daerah di Indonesia, termasuk oleh berbagai komunitas lainnya.

Di antara film itu sempat pula menimbulkan kontroversi dan reaksi dari sejumlah pihak, seperti penayangan dan diskusi Film "Samin VS Semen" di kampus tertentu dilarang dan dibubarkan karena alasan berbau ajaran komunis.

Film dokumenter itu mengisahkan tentang perlawanan penganut ajaran Samin di Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menentang pembangunan pabrik semen di daerah mereka.

Dandhy menegaskan, salah satu dorongan untuk melaksanakan ekspedisi itu adalah keprihatinan terhadap kehadiran televisi di Indonesia yang minim edukasi.

"Ekspedisi ini bukan sekadar jalan-jalan. Bukan hanya mengangkat eksotisme objek wisata. Tapi mengangkat aktualitas dan problematika masyarakat setempat, adat, tradisi, maupun kearifan lokal di luar gambaran umum yang selama ini ditampilkan di publik," ujarnya lagi.

Ia mengaku sejak awal tidak berminat mengangkat eksotisme maupun sekadar menampilkan keindahan atau pesona wisata dari daerah yang dijelajahinya, karena menganggap semua hal itu sudah dilakukan banyak media televisi saat ini.

Keduanya berniat menampilkan kondisi aktual masyarakat Indonesia seutuhnya, dari sisi positif maupun sebaliknya, untuk menjadi gambaran komprehensif kekinian bangsa dan negeri ini.

Menurut dia, berdasarkan fakta hasil ekspedisi itu, sesungguhnya telah terjadi kebijakan yang kerap keliru dan salah urus di lapangan yang berdampak buruk bagi masyarakat maupun lingkungan sekitarnya.

"Sistem pendidikan kita ternyata tidak mampu mengadaptasi kondisi aktual dan lokal yang harus dihadapi setiap saat. Gagal menghadapi tantangan keseharian. Esensi pendidikan yang keliru," ujarnya lagi.

Menurut Dandhy, perjalanan itu dilakukan tanpa dukungan biaya dari sponsor, tapi hasil dari menabung selama lima tahun, termasuk menggunakan tabungan milik istrinya.

"Saya menyiapkan ekspedisi ini dengan menabung selama lima tahun, dan tabungan itu dihabiskan dalam perjalanan hanya setahun ini," ujarnya.

"Kami sengaja memilih memulai perjalanan dari Indonesia bagian timur, karena selama ini umumnya ekspedisi pernah dilakukan sebelumnya dimulai dari Indonesia bagian barat, sehingga ketika sampai Indonesia timur sudah kehabisan logistik dan kelelahan. Kami sengaja memulai dari timur Indonesia agar dapat mengangkat fenomena yang banyak tidak diketahui umum, saat logistik mencukupi dan tenaga masih segar bugar," kata Dandhy lagi.

Rute perjalanan yang dilalui Dandhy dan Ucok itu, antara lain menyusuri sisi selatan Pulau Jawa, Semarang, Yogyakarta, ke timur melintasi Bali, Nusa Tenggara, Timor, Papua, Kepulauan Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera menyusuri Aceh ke Mentawai (Sumbar) dan singgah di Lampung, dan kemudian bersiap kembali ke tanah Jawa singgah di Baduy lagi, sebelum kembali ke tempat awal melakukan perjalanan pada 31 Desember nanti.

Selama perjalanan itu, Dandhy dan Ucok dengan dukungan peralatan yang sudah disiapkan, beberapa kamera, termasuk drone.

Berbagai bahan publikasi dan perkembangan terkait ekspedisi itu, bisa dinikmati khalayak di media umum maupun media sosial sepanjang perjalanan, termasuk di laman Facebook "Ekspedisi Indonesia Biru".

Dokumentasi berupa tulisan yang lebih panjang, foto, dan video secara utuh, akan diluncurkan usai ekspedisi yang selesai 31 Desember 2015.

Oleh Budisantoso Budiman
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015