Tak akan ada dialog dengan pembunuh bayaran yang mencari kekuasaan."
Kairo (ANTARA News) - Mantan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, mengatakan enggan berunding dengan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.

Hal itu menimbulkan keraguan akan nasib pembicaraan perdamaian mengenai penyelesaian perang di Yaman, yang dijadwalkan dimulai kembali pada akhir bulan ini.

Saleh, yang mendapat dukungan dari pasukan bersenjata kendati telah turun dari kekuasaan hampir empat tahun lalu setelah unjuk rasa berlangsung beberapa bulan, bergabung dengan pemberontak Houthi dukungan Iran dalam memerangi aliansi, yang disokong Arab Saudi.

Presiden Hadi memperoleh dukungan dari aliansi tersebut, demikian laporan AFP.

Dua kelompok yang berperang itu mengadakan babak pembicaraan perdamaian paling akhir pada Desember tetapi gagal menemukan solusi politik yang akan mengakhiri konflik itu, yang telah membunuh hampir 6.000 orang. Negosiasi-negosiasi dijadwalkan akan dimulai kembali pada 14 Januari.

"Tak akan ada dialog dengan pembunuh bayaran yang mencari kekuasaan. Dialog hanya akan terjadi dengan rezim Saudi," kata Presiden Yaman periode 1990--2012 itu dalam pidato di stasiun televisinya Yeman Today.

Satu koalisi yang dipimpin Arab Saudi dan para sekeutu Muslim Sunni-nya telah memerangi gerakan Houthi yang beraliran Syiah dan menguasai ibu kota Sanaa sejak Maret 2015.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan utusannya untuk Yaman, Ismail Ould Cheikh Ahmed, berada di Riyadh dan akan pergi ke Sanaa "segera".

Riyadh memandang kelompok Houthi merupakan perpanjangan tangan untuk meluaskan pengaruh Iran, rivalnya di kawasan. Mereka membantah ini dan mengatakan mereka melakukan revolusi terhadap pemerintahan yang korup dan kekuatan-kekuatan Teluk Arab yang berseikutu dengan Barat.

Pertikaian diplomatik antara Riyadh dan Teheran, dipicu oleh eksekusi seorang ulama Syiah oleh Saudi, telah merusak harapan bagi diakhirinya konflik di negara miskin di Jazirah Arab itu.

Kantor berita Saba dalam laporan pada Jumat yang dipantau dari Kairo menyebutkan utusan PBB itu telah menyarankan Jenewa sebagai lokasi untuk menyelenggarakan pembicaraan yang akan dimulai kembali bulan ini.

Ahmed memberikan saran itu di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, ketika bertemu dengan berbagai anggota pemerintahan Presiden Hadi dan kelompok politik yang mendukungnya, demikian Saba, yang pro-Presiden Hadi.
(Uu.M016)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016