Jakarta (ANTARA News) - Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) Pontjo Sutowo berpendapat perlu ada kebijakan yang mampu membangun dan memelihara hubungan harmonis antaretnik di Tanah Air.

Kebijakan itu mengakui heterogenitas suku bangsa sehingga tidak muncul lagi masalah etnik mayoritas dan minoritas, kata Pontjo Sutowo dalam diskusi kebudayaan di Jakarta, Sabtu.

Berdasarkan sensus yang dilakukan BPS pada 2000, tercatat ada 1.072 etnik besar dan kecil di Tanah Air.

Hasil sensus 2010 menunjukkan jumlah tersebut meningkat karena ada etnik yang warganya berkembang sehingga menjadi sangat besar.

"Pada sensus etnik 2010, keturunan Tionghoa sudah dicatat sebagai salah satu etnik tersendiri," kata Pontjo.

Pada saat ini, membahas masalah etnik merupakan masalah yang sangat penting. Pengalaman sejarah menunjukkan etnik yang tidak dijaga dengan baik, dapat digunakan sebagai senjata asing dalam mengembangkan strategi memecah belah.

"Sayangnya hingga saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur masalah ini. Bahkan dalam dasawarsa tahun 1970-1980, membahas masalah etnik dianggap memiliki risiko keamanan yang harus diwaspadai," tambah dia.

Hal itu, menurut dia, dapat menjadi masalah pada masa mendatang bila tidak diatur dengan undang-undang.

Sementara itu mantan anggota legislatif La Ode Kamaluddin, mengatakan Bhinneka Tunggal Ika merupakan formula yang telah sangat tepat untuk menyatukan etnisitas Indonesia.

Bersatunya antaretnik di Indonesia ke depan harus memiliki indikator adanya keadilan, toleransi dan gotong royong antaretnis, katanya.

"Selain itu, ia menilai, pernikahan antaretnik ternyata juga mampu mendekatkan hubungan antaretnik secara harmonis sehingga perlu digalakkan," kata Kamaluddin.

(I025)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016