Ini kan urusan batasan negara. Memang ada daerah-daerah yang sudah di survei dan disepakati, tetapi juga ada segmen yang belum disepakati."
Kupang (ANTARA News) - Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya mengatakan, batas negara merupakah masalah kedaulatan negara, sehingga tak bisa dianggap remeh.

"Saya belum tahu persis kasus penceplokan wilayah oleh Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) di wilayah Indonesia, tetapi hal yang pasti adalah persoalan batas negara adalah masalah kedaulatan negara sehingga tak bisa dianggap remeh," kata Frans Lebu Raya di Kupang, Kamis.

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan adanya laporan yang menyebutkan bahwa, negara tetangga Timor Leste telah mencaplok sebagian wilayah RI di perbatasan Kabupaten Kupang dengan Oecusi.

Gubernur meminta pihak Timor Leste untuk tidak mencaplok wilayah Indonesia.

Gubernur mengatakan menyerahkan perundingan untuk menyelesaikan permasalahan batas negara itu kepada pemerintah pusat.

"Ini kan urusan batasan negara. Memang ada daerah-daerah yang sudah di survei dan disepakati, tetapi juga ada segmen yang belum disepakati," katanya.

Dia berharap, areal yang diduga dicaplok itu berada pada segmen yang belum disepakati, sehingga masih ada peluang untuk dibicarakan.

"Tetapi tidak boleh kalau sudah jelas batasnya. Tidak boleh dicaplok karena itu sudah urusan kedaulatan negara," katanya menegaskan.

Terkait adanya pembangunan besar-besaran oleh pihak Timor Leste yang diduga masuk di wilayah NKRI, gubernur kembali menegaskan, hal itu tidak boleh dilakukan.

"Saya belum mengerti itu, tetapi saya dapat informasi, sekarang di Oecusi itu ada pembangunan yang besar," katanya.

"Namun, apakah itu di wilayah batas-batas, saya belum tahu. Tapi prinsipnya kita minta supaya saling menghormati," katanya.

Timor Leste kata dia, harus menghormati Indonesia dan Indonesia menghormati Timor Leste. "Batas wilayahnya kalo sudah jelas, jangan dicaplok lagi. Sudah pasti ada pembicaraan antardua negara," katanya menambahkan.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016