Washington (ANTARA News) - Seperti manusia, tikus padang rumput yang dikenal dengan monogami mereka bisa menghibur pasangan mereka yang merasa kesusahan menurut studi di Amerika Serikat.

Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Science itu merupakan yang pertama yang menunjukkan perilaku penghiburan pada binatang pengerat.

Penelitian itu menambah bukti bahwa mendeteksi kesulitan yang lain dan bertindak untuk meringankan tekanan bukan hanya dilakukan manusia dan mungkin lebih umum pada binatang dari yang diperkirakan sebelumnya.

Selain tikus padang rumput, hanya sedikit spesies non-manusia dengan tingkat kesosialan dan kesadaran tinggi seperti gajah, lumba-lumba dan anjing yang diketahui menunjukkan tanda-tanda empati.

Tikus padang rumput adalah binatang pengerat sosial dan diketahui membentuk ikatan monogami sepanjang hidup dan bersama-sama mengasuh tikus-tikus muda menurut Larry Young dan koleganya dari Emory University yang meneliti potensi perilaku termotivasi empati.

Para peneliti melakukan percobaan di mana kerabat dan individu yang dikenal diisolasi dari yang lain dan salah satunya diberi kejutan ringan.

Saat reuni, tikus padang rumput yang tidak mengalami kejutan lebih segera menjilati tikus yang diberi kejutan dan menjilati dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan kelompok skenario kontrol di mana individu dipisahkan tapi tidak ada yang diberi kejutan.

Para peneliti juga menemukan bahwa perilaku menghibur hanya terjadi di antara tikus-tikus yang akrab satu sama lain, tidak pada tikus asing, menunjukkan bahwa itu bukan isyarat permusuhan.

Karena "hormon cinta" oksitosin berhubungan dengan empati pada manusia, para peneliti memblokir reseptornya pada tikus-tikus padang rumput dalam serangkaian percobaan penghiburan serupa dan menemukan bahwa ini menyebabkan binatang-binatang itu berhenti saling menghibur.

Para peneliti mengatakan temuan itu punya implikasi penting untuk memahami dan menangani gangguan psikiatri di mana deteksi dan respons emosi pada yang lain bisa diganggu, seperti autisme dan schizophrenia.

"Banyak sifat rumit manusia berakar pada proses fundamental otak yang sama dengan spesies lainnya," kata Young dalam pernyataan yang dikutip kantor berita Xinhua.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016