Mataram (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, melarang perayaan hari kasih sayang atau "Valentine Day" yang biasa dirayakan pada setiap tanggal 14 Februari.

"Perayaan Valentine Day kita larang karena hal itu mengikuti cara-cara orang luar yang tidak sesuai dengan syariat dan akidah Islam serta tradisi Nusantara," kata Ketua MUI Kota Mataram TGH Mukhtar di Mataram, Kamis.

Sesungguhnya dalam Islam, kata dia, kasih sayang itu dilakukan setiap saat seperti yang disebutkan dalam sebuah ayat dari kitab suci Alquran yang artinya "semua orang Islam bersaudara dan saling kasih sayang".

"Karena itu, sebagai umat Islam kita harus memberikan kasih sayang setiap saat, dan tidak mengkuti peringatan hari kasih sayang pada hari-hari khusus yang diciptakan oleh orang-orang luar dengan niat yang tidak benar," katanya.

Mukhtar menilai, perayaan "Valentine Day" yang dilakukan sebagian masyarakat dengan bertukat cokelat dan lainnya merupakan ajaran yang dibuat-buat untuk kepentingan bisnis dan bisa berdampak negatif.

"Kasih sayang sebaiknya diberikan setiap saat dengan cara-cara yang sesuai dengan akidah Islam yang salah satunya dengan berbagi suka dan duka dengan sesama. Ibaratnya kalau kaki sakit, kepala juga ikut sakit," katanya.

Senada dengan itu, Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) NTB Nanang Edward juga melarang perayaan "Valentine Day" atau hari kasih sayang, khususnya bagi Muslim.

"Kami dari BKPRMI melarang bahkan mengharamkan umat Islam merayakan Valentine Day. Kalau untuk non-Muslim ya silakan saja," katanya.

Larangan itu, kata dia, dilandasi oleh pendapat bahwa perayaan itu melanggar syariat Islam bahkan secara agama pun hukumnya belum jelas. Selain itu, perayaan "Valentine Day" itu bukan merupakan budaya Melayu maupun budaya Nusantara, apalagi budaya Islam.

"Apalagi, saat perayaan Valentine ini para muda mudi berhura-hura, bertemu dengan pasangan yang bukan muhrim, berpacaran, sehingga dikhawatirkan akan melakukan berbagai kegiatan yang tidak diinginkan," katanya.

Hal itu tentu tidak sejalan dengan visi Pemerintah Provinsi NTB yang beriman, berbudaya, berdaya saing dan sejahtera, apalagi untuk moto Kota Mataram yang maju, religius dan berbudaya.

Pewarta: Nirkomala
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016