Jakarta (ANTARA News) - Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi industri gula nasional.

"Pertemuan ini untuk membahas bagaimana sinergi yang akan dijalankan semua pihak untuk menyelesaikan semua persoalan pergulaan nasional," kata Rini, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin.

Para pemangku kepentingan yang hadir dalam acara tersebut meliputi, para petani tebu, PT Perkebunan Nusantara (PTPN), PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Sang Hyang Seri (Persero), Perum Bulog, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Direksi Bank BUMN, Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Ikatan Ahli Gula, hingga serikat pekerja pabrik gula.

"Persoalan mendasar saat ini adalah jumlah areal tanaman tebu terus berkurang yang mengakibatkan pendapatan petani terus merosot. Ditambah dengan pabrik-pabrik gula milik pemerintah (PTPN) juga banyak yang berusia tua, sehingga kapasitas produksi juga menurun," ujar Rini.

Menteri BUMN menyampaikan, program revitalisasi pabrik gula sudah berlangsung sejak 2015 dengan memberikan permodalan. Namun realisasinya memakan waktu sekitar dua tahun.

Untuk itu tambah Rini, dalam implementasinya, petani tebu akan mendapat pendanaan dari Bank BUMN, bibit dari BUMN Sang Hyang Seri, dan pupuk dari Pupuk Indonesia.

"Dengan begitu petani tebu dapat mengambil pinjaman dengan avalis pabrik gula, tanpa ada agunan," ujarnya.

Sesuai dengan targetnya, Rini pun optimis pada akhir 2018, Indonesia bisa mencapai swasembada gula dengan produksi 3,2 juta ton.

Langkah konkret

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina APTRI Arum Sabil mengatakan, pertemuan seluruh pihak terkait dengan Menteri BUMN merupakan langkah konkret pemerintah menyelesaikan persoalan pergulaan nasional.

"Masalah yang dihadapi petani saat ini adalah soal rendemen. Karena itu perlu solusi menyeluruh bagaimana mengelola tebu petani," ujar Arum.

"Tadi ibu menteri tidak lagi hanya menginstruksikan sinergi, tapi sudah pada tahap perlunya reward dan punishment dijalankan, sehingga tidak lagi pada tataran nota kesepahaman di atas kertas," kata Arum Sabil.

Ia menambahkan, pertemuan arahan dari Menteri BUMN tersebut merupakan wujud nyata untuk menyinergikan BUMN dengan pelaku usaha terkait dan masyarakat.

"Semua bisa dijawab mulai dari persoalan kredit, pupuk, hingga pabrik gula yang kapasitas gilingnya sudah siap ditingkatkan," ujar Arum Sabil.

Ia menambahkan, saat ini yang penting dijalankan adalah soal kebijakan atau regulasi terutama di luar kewenangan Menteri BUMN, seperti alokasi pupuk dan tata niaga yang terkait dengan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan.

Sedangkan, Ketua Asosiasi Gula Indonesia Agus Pakpahan mengatakan, yang penting saat ini adalah bagaimana pemerintah memiliki pondasi berpikir demi kepentingan nasional.

"Kalau kita letakkan kebutuhan gula demi kepentingan nasional, maka sebelum target tercapai daya saing perlu ditingkatkan. Dengan ukuran itu, maka impor gula harus berdasarkan kebutuhan, bukan berdasarkan kapasitas terpasang," tegas Agus.

Untuk itu ia mengusulkan dua target Asosiasi Gula Indonesia kepada Pemerintah, yaitu bisa harga gula di konsumen tidak boleh lebih tinggi dari harga tertentu, dan peningkatan target produksi dalam negeri.

"Di tataran niaga, Asosiasi Gula Indonesia mengusulkan penataan kembali sistem produksi dalam negeri, di mana dilakukan berlandaskan pada kebijakan nasional nasional sehingga swasembada gula dalam 2-3 tahun ke depan bisa tercapai," ujar Agus.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016