Jakarta (ANTARA News) - Ahli saraf dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk Jakarta Dr Frandy Susatia SpS mengatakan pada awalnya penyakit parkinson sulit dideteksi sehingga banyak pasien yang pada awalnya berobat ke dokter yang tidak tepat.

"Pada awalnya banyak pasien yang datang ke dokter psikiatri karena sering cemas, sulit tidur. Kemudian ada juga pasien yang pergi ke dokter tulang, karena menganggap dirinya kena syaraf kejepit. Selain itu ada juga yang pergi ke dokter penyakit dalam, karena gejala sering kembung, tidak bisa makan hingga sulit buang air besar," ujar Frandy dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Gejala awal penyakit parkinson berupa gemetar pada salah satu tangan, badan jadi kaku, cemas, sulit tidur, bicara pelan, perut kembung, pusing saat perubahan posisi, hingga gampang jatuh.

Penyakit parkinson merupakan penyakit degeneratif yang menyerang sel saraf di bagian otak yang bernama "basal ganglia" yang berfungsi mengontrol gerakan tubuh. Sel saraf membutuhkan neurotransmitter yag bernama "dopamine" dan "acetylcholine" dalam jumlah seimbang agar dapat memberikan sinyal ke sel untuk mengendaikan gerakan tubuh.

"Penderita parkinson akan mengalami kekurangan dopamine di dalam tubuhnya."

Faktor penyebab penyakit tersebut, lanjut Frandy, adalah usia, keturunan, infeksi virus, dan paparan bahan kimia berbahaya seperti mangan, karbon disulfida, insektisida, "trichloroethylene" (TCE) dan "perchloroethylene" (PERC) yang merupakan bahan pelarut cat dan lem.

"Biasanya penyakit ini menyerang orang usia lanjut dan biasanya timbul pada usia 60 tahun. Penyakit ini sama dengan Alzheimer sama-sama menyebabkan pikun, tapi perbedaannya Alzheimer tidak membuatkan pasien itu sulit bergerak," terang dia.

Meski demikian, penyakit tersebut juga dapat menyerang pada usia produktif terutama pada usia 40 tahu ke atas. Penyakit tersebut mengenai sekitar satu persen dari kelompok usia diatas 50 tahun dan sekitar dua persen dari mereka yang berusia lebih dari 70 tahun, dan 3,5 persen diatas 80 tahun.

"Parkinson menyerang lebih banyak pria dari pada perempuan. Persentasenya sekitar 55 persen laki-laki dan 45 persen perempuan," papar Frandy.

Dokter spesialis bedah saraf, Dr dr Made Agus M Inggas SpBS, mengatakan parkinson dapat diatasi dengan konsumsi obat dan operasi. Akan tetapi pemberian obat jangka panjang akan menjadi kurang efektif dan memiliki efek samping.

"Salah satu solusinya ada lah operasi stimulasi otak dalam atau deep brain stimulation (DBS). Operasi ini bertujuan meransang sel dopamin kembali memproduksi dopamin," kata Made.

DBS adalah operasi untuk mengatasi tremor, kaku, dan gerak yang lambat. Teknik operasi ini dilakukan melalui penanaman elektroda pada area tertentu di otak bagian dalam. Elektroda tersebut dihubungkan dengan kabel ke baterai yang diletakkan di dalam dada sebagai sumber arus listrik.

Rata-rata pasien merasakan peningkatan perbaikan motorik sekitar 75 persen hingga 87 persen setelah dioperasi pada keadaan tanpa obat.

Pewarta: Indriani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016