Diberi chip biar bisa diketahui ke mana mereka pergi."
Batam (ANTARA News) - Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengatakan bahwa hukuman kebiri hanya diberikan untuk pelaku kejahatan seksual sadis, dan tidak dikenakan pada setiap pemerkosa.

"Kebiri untuk pelaku kejahatan yang sadis, misal melakukan pemerkosaan berulang-ulang, memerkosa dengan menggunakan pacul dan barang lainnya," katanya di Batam, Senin.

Hukuman kebiri merupakan sanksi tambahan dari penetapan hakim sebelumnya, dan menurut dia, bukan pengganti atas vonis hakim.

Ia membantah anggapan sebagian orang yang menilai hukuman kebiri berlebihan, karena kejahatan seksual menimbulkan luka sangat dalam, fisik dan mental.

"Ada yang bilang kebiri melanggar hak asasi manusia, memangnya memerkosa itu tidak melanggar HAM?" katanya.

Pemerintah juga memikirkan perlakuan kepada penjahat seksual yang mendapatkan hukuman kebiri agar tidak menimbulkan efek buruk.

Pelaku yang mendapat hukuman kebiri kimiawi akan diisolasi, tidak ditempatkan di penjara umum, ujarnya.

"Misalnya, ditaruh di Nusakambangan, itu pun diisolasi. Diberikan sedikit demi sedikit biar syahwat melemah. Jangan khawatir, pemberian dilakukan saat mereka masih dihukum, bukan pada saat dilepas," katanya.

Ia bercerita, dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) pekan lalu ada empat hal yang dibahas, antara lain pemberatan hukuman, menetapkan kejahatan seksual sebagai kejahatan luar biasa, pemberian tambahan hukuman berupa kebiri, dan meletakkan keping (chip) deteksi pada tubuh pelaku.

"Diberi chip biar bisa diketahui ke mana mereka pergi," katanya.

Ia meminta masyarakat memahami kecilnya hukuman untuk pelaku kejahatan seksual dengan korban Yuyun (15) yang diperkosa 14 pria, termasuk tujuh anak-anak di bawah umur, di Bengkulu.

Erlinda pun mengingatkan pelaku kejahatan anak di bawah umur, yang dalam UU disebutkan anak-anak sebagai pelaku kejahatan mendapatkan hukuman setengah dari semestinya.

"Hukumannya 20 tahun dipotong setengah jadi 10 tahun," katanya menambahkan.

Pewarta: Jannatun Naim
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016