Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat Indonesia yang ingin menyumbang rakyat Suriah hendaknya cermat dalam menyalurkan sumbangannya agar tepat sasaran, kata Ketua Kajian Islam dan Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) Dr M Luthfi Zuhdi.

Masyarakat hendaknya juga memilih lembaga-lembaga penyalur bantuan yang diketahui berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengantisipasi agar sumbangan itu tidak jatuh ke tangan kelompok bersenjata ISIS.

"Kita harus waspada karena hal ini justru akan dimanfaatkan ISIS untuk menggalang dana," kata Luthfi di Jakarta, Selasa, terkait gencarnya penggalangan dana untuk rakyat Suriah di Tanah Air.

Akhir-akhir ini di Indonesia tengah gencar semboyan #SaveAleppo yang mengajak masyarakat menyumbang korban perang di kota Aleppo, Suriah. Namun di sisi lain, kata Lufhfi, sebagian wilayah Aleppo saat ini dikuasai ISIS.

"Bukannya tidak kasihan pada mereka, tapi bagaimana menyampaikan dan membantu dengan cara lebih aman," kata Luthfi.

Menurut Luthfi, pemerintah mutlak harus turun tangan dan mengimbau masyarakat agar waspada dalam menyambut ajakan tersebut. Pemerintah wajib melarang bila ada indikasi penggalangan dana digunakan pihak-pihak yang berperang di Suriah, apalagi jatuh ke tangan ISIS.

Idealnya, kata dia, pemerintah yang menyalurkan bantuan itu melalui lembaga-lembaga yang ada atau melalui lembaga internasional di bawah PBB. Dengan demikian lembaga penggalang dana bisa sebagai pendamping.

"Jangan biarkan lembaga-lembaga funding itu bekerja sendiri-sendiri karena mereka rentan dan tidak resisten dalam masalah ini. Saya tidak bisa menjamin mereka tidak punya kaitan dengan ISIS," katanya.

Saat ini, lanjut Luthfi, sulit membedakan antara kelompok ISIS dan bukan ISIS di Suriah. Bahkan, ada kelompok bukan ISIS tapi juga radikal seperti Jabat Nusra (Al Qaida). Mereka dinilai sewaktu-waktu bisa melakukan tindakan yang bertentangan dengan kaidah negara Indonesia.

Ia mengatakan bangsa Indonesia seharusnya lebih fokus mendorong dilakukan gencatan senjata agar perdamaian terjadi di Suriah karena itu lebih penting untuk masa depan Suriah, bukan sibuk menggalang dana.

"Buat apa memberikan bantuan dana, sementara perang tetap berkobar," kata Luthfi yang meyakini keadaan di Suriah tidak akan selesai dalam kurun 10-50 tahun ke depan.

Pendapat senada dikemukakan staf pengajar Hubungan Internasional, Fisipol dan Kajian Timur Tengah Universitas Gajah Mada (UGM) Dr Siti Mutiah Setiawati. Ia mengatakan masyarakat dan pemerintah sebaiknya mencermati gerakan #SaveAleppo.

"Yang perlu kita lihat dari #Save Aleppo adalah kejelasan pengumpulkan dana masyarakat ini dapat berapa, untuk siapa, dan digunakan untuk apa. Jadi, akuntabilitasnya jelas," katanya.

Menurutnya, masyarakat harus cermat karena konteks konflik di Aleppo adalah beberapa kelompok oposisi yang bertikai dengan pemerintah, dan mereka punya simpatisan di Indonesia. Simpatisan inilah yang ditengarai meminta sumbangan kepada masyarakat Indonesia.

"Jadi, jangan sampai dana-dana yang terkumpul malah akan menambah konflik di Suriah, semisal untuk membeli senjata ilegal. Padahal, pemberi dana hanya berpikir berdasar ukhuwah Islamiyah, bagaimana menolong korban dan tidak terpikir soal pelibatan konflik Suriah," katanya.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016