Jakarta (ANTARA News) - Pendidikan agama di sekolah semestinya tidak hanya berfokus pada dimensi vertikal yang bersifat dogmatif, tetapi lebih ditekankan pada dimensi sosialnya," kata pemerhati dunia pendidikan, Darmaningtyas.

Menurutnya, jika pendidikan agama ditekankan pada dimensi relasi sosial maka cenderung akan mengajarkan toleransi.

"Ini akan berpengaruh pada pelajar untuk lebih toleran terhadap sesama dan tidak bersikap radikal," katanya di Jakarta, Rabu.

Penulis sejumlah buku bertema pendidikan itu menilai hal mendesak untuk dibenahi adalah sistem atau metode dan isi pelajaran agama di sekolah.

"Isi pelajaran agama itu penting, harus disusun oleh orang-orang yang mumpuni," kata Darmaningtyas. Mumpuni yang dimaksud Darmaningtyas adalah yang punya wawasan kebangsaan tinggi, bukan orang-orang yang mengajarkan hal-hal bersifat dogmatif saja.

Selain itu, menurut Darmaningtyas, guru agama memiliki peran penting dalam mengarahkan muridnya, apakah akan menjadi seorang yang toleran atau sebaliknya.

"Pendidikan agama yang berada di punggung guru bagai pedang bermata dua. Satu sisi bisa menangkal radikalisme, di sisi lain justru bisa melahirkan radikalisme agama," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, seleksi guru agama menjadi sangat penting. Guru agama yang dipilih hendaknya memiliki ideologi yang sesuai dengan ideologi negara, yakni Pancasila.

Guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Bambang Pranowo mengatakan bahwa fenomena intoleransi di kalangan pelajar karena ada kekosongan di beberapa fase soal kewarganegaraan, apalagi tentang Pancasila.

Menurutnya, semua pihak harus menanamkan keberagaman yang damai, menggambarkan wawasan kebangsaan, dan kebhinnekaan kepada para pelajar.

"Hal-hal positif itu harus ditanamkan sejak dini," kata dia.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016