Jakarta (ANTARA News) - KPK meminta kepolisian khusunya Brigadir Mobil (Brimob) menghadirkan empat polisi yang menjadi saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakarta Pusat.

"Disamping kirim surat, kami juga sudah bertemu (pihak kepolisian), mudah-mudahan tidak terlalu lama ini. Saya bahkan minta dari teman-teman di Direktorat Penyidikan untuk mem-follow up dengan Brimob, paling tidak membawa yang bersangkutan ditanyakan di KPK, mudah-mudahan tidak terlalu lama lagi bisa dihadirkan," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di dalam jumpa media di gedung KPK Jakarta, Senin.

KPK sudah dua kali memanggil anggota brimob yaitu Brigadir Polisi Ari Kuswanto, Brigadir Polisi Dwianto Budiawan, Brigadir Polisi Fauzi Hadi Nugroho dan Ipda Andi Yulianto sebagai saksi untuk Doddy Aryanto Supeno, namun mereka tidak memenuhi panggilan KPK.

Keempatnya adalah ajudan dari Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi yang sedang ditugaskan ke Poso dalam Satgas Operasi Tinombala untuk menangkap kelompok teroris Mujahiddin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso.

Sedangkan mengenai kemungkinan Nurhadi untuk ditetapkan sebagai tersangka, Agus menjelaskan bahwa KPK akan menaikkan lebih dulu kasus suap yang didahului oleh Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 20 April 2016 yaitu terhadap panitera/sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno.

"Kasus sudah berjalan dan akan dinaikkan kasus suapnya dulu. Kan suapnya antara Eddy Nasution dan penyuapnya," ungkap Agus.

Sehingga Agus mengaku bahwa pihaknya menunggu perkembangan di persidangan lebih dulu.

"Kan belum ada pengakuan Nurhadi yang mengatur kasus, yang segera dinaikkan ke pengadilan adalah kasus suapnya dulu, bahwa kita akan mengeluarkan surat perintah penyelidikan baru itu sangat dimungkinkan untuk kasus yang erat dengan penyuapan ini," tambah Agus.

Agus juga menekankan bahwa KPK tidak gentar dengan kemungkinan serangan balik bila ada penetapan tersangka terhadap Nurhadi.

"Apakah siap dengan serangan balik, itu kan konsekuensi logis dari tugas kita dan kita akan melindungi penyidik dan staf kita," ungkap Agus.

Selain empat ajudan Nurhadi, KPK pun belum berhasil menghadirkan petinggi PT Paramount Enterprise Edy Sindoro yang sudah dicegah dalam penyidikan kasus ini. Edy Sindoro sudah beberapa kali dipanggil tapi belum memenuhi panggilan

"Menurut imigrasi, (Edy Sindoro) masih di Indonesia, tapi kalau nanti dia diketahui berada di luar negeri dan ternyata kesaksiannya itu sangat dibutuhkan sekali dan kalau tidak bisa didatangkan ke sini, kita yang datang ke sana, itu biasa. Kalau (keterangan Edy Sindoro) itu adalah info utama yang harus ada, maka kami akan cari," tambah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi sebanyak tiga kali yaitu pada 24 dan 30 Mei serta 3 Juni 2016. KPK pun sudah memeriksa istri Nurhadi yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan MA Tin Zuraida dan dua orang pegawai rumah Nurhadi yaitu Kasirun alias jenggot dan Sairi alias Zahir pada 1 Juni 2016.

KPK sudah mencegah Nurhadi untuk bepergian keluar negeri dan menggeledah rumahnya di Jalan Hang Lekir pada 21 April 2016 dan menemukan uang total Rp1,7 miliar yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing yang diduga terkait dengan pengurusan sejumlah kasus.

Saat ini penyidik KPK juga masih mencari mantan supir Nurhadi bernama Royani yang sudah dua kali dipanggil KPK tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan sehingga Royani diduga disembunyikan.

KPK menduga Royani adalah orang yang menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang punya kasus di MA. Royani sudah diberhantikan oleh MA sejak 27 Mei 2016 karena tidak masuk kantor selama 46 hari.

KPK juga sudah mencegah Eddy Sindoro yang diperlukan keterangannya karena sebelumnya KPK sudah memeriksa karyawan dari PT Paramaount jadi keterangan Edy penting untuk mengonfirmasi keterangan pegawai Paramount yang lain. "Misalnya apakah Paramount merupakan sumber uang dari pemberi suap," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan dua tersangka yaitu panitera/sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap keduanya pada 20 April 2016.

Edy Nasution disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tengan penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebagai pemberi suap adalah Doddy Aryanto Supeno dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016