Manado (ANTARA News) - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) memberikan penjelasan terkait rencana rasionalisasi Aparatur Sipil Negara (ASN), setelah mendapatkan kritikan dari Bupati Minahasa Tenggara James Sumendap.

Penjelasan tersebut disampaikan Kepala Bidang Koordinasi Pelaksanan Kebijakan dan Evaluasi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kemen-PAN Budi Prawira di Manado, Kamis.

"Kebijakan ini akan diberlakukan bagi para ASN yang tidak lagi produktif atau kinerja sudah tidak maksimal lagi," katanya.

Dilanjutkan Budi alasan lainnya untuk melakukan rasionalisasi tersebut dikarenakan para ASN yang tak lagi produktif tersebut dinilai juga hanya membebankan anggaran daerah.

"Karena jika tidak lagi produktif maka dampaknya membebankan anggaran negara karena sudah tidak sesuai lagi dengan kinerjanya," jelasnya.

Dirinya menambahkan hal tersebut telah disampaikan ke Pemkab Minahasa Tenggara terkait pelaksanaan Rasionalisasi bagi para ASN yang tak lagi produktif tersebut.

"Makanya setelah ada pernyataan dari Bupati saya langsung memberikan penjelasan kepada beliau," katanya.

Sementara itu Juru Bicara Pemkab Minahasa Tenggara Novry Raco mengakui jika pihak Pemkab telah mendapatkan penjelasan dari Kemen PAN-RB.

"Pihak Kementerian. sudah memberi penjelasan jika hal tersebut memang untuk ASN yang sudah tidak lagi produktif dalam kegiatan kerjanya. Bahkan Pemkab sudah memecat dua orang ASN yang masuk kategori tak lagi produktif karena sudah tidak pernah berkantor," katanya.

Sebelumnya Bupati James Sumendap menilai kebijakan untuk melaksanakan rasionalisasi ASN masih belum tepat.

"Kalau rasionalisasi ini dilaksanakan maka hal tersebut belum tepat. Apalagi di Minahasa Tenggara jika melihat belanja pegawainya masih berada di 35 persen dari total APBD," ujarnya.

Tak hanya itu dengan kebijakan tersebut, menurut James, bakal berdampak dari citra pemerintah Presiden Joko Widodo.

"Sebenarnya juga Menteri harus pahami jika nantinya ini dipaksakan maka dampaknya akan ke Presiden yang akan menurun simpati masyarakat," ujar James.

Lebih lanjut diungkapkannya jika kebijakan tersebut benar-benar dipaksakan maka daerah yang belanja pegawainya telah mencapai 65 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) harus dirasionalisasi.

"Kecuali yang belanja pegawainya sudah sampai 65 persen itu baru bisa dipertimbangkan untuk dirasionalisasi. Tentunya memperhatikan segala aspeknya termasuk mempertimbangkan rakyat yang akan terdampak," tandasnya.

Pewarta: Fidel Malumbot
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016