Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kepala negara sekaligus pemerintahan berpenduduk Islam terbesar di dunia saat membuka Forum Ekonomi Islam Dunia (World Islamic Economic Forum/WIEF) ke-12 di Jakarta, Selasa, menyampaikan pernyataan menarik bahwa masyarakat Muslim dunia harus menggunakan kekuatan fundamental.

Kekuatan fundamental diperlukan untuk menghadapi situasi pergolakan politik yang semakin sulit diprediksi. Terlebih, kita tidak terlalu kuat (powerful) di media, di sosial media, di teknologi, oleh karena itu kita belum memenangkan pertarungan persepsi.

Presiden Jokowi tidak menjelaskan secara lebih rinci apa yang dimaksudkan dengan kekuatan fundamental tersebut, tetapi dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan adalah kekuatan mendasar yang dimiliki oleh umat Muslim di dunia.

Kekuatan ini amat berkaitan dengan nilai Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, membawa rahmat dan kesejahteraan bagi alam semesta.

Dalam bidang ekonomi, misalnya, kini menunjukkan kemajuan yang kian pesat bahwa selain di banyak negara Islam, di negara-negara sekular dan negara-negara non-Islam yang menerapkan ekonomi syariah atau bagi hasil.

Ekonomi syariah terbukti paling tahan dari berbagai gejolak ekonomi global yang menyebabkan krisis keuangan pada sistem perbankan konvensional.

Ekonomi syariah mengutamakan bagi hasil yang saling menguntungkan dengan empat sifat, yakni kesatuan, keseimbangan, kebebasan, dan tanggung jawab.

Islam mengharamkan sistem riba sebagaimana yang diterapkan dalam sistem perbankan konvensional.

WIEF ke-12 di Jakarta pada tanggal 2 hingga 4 Agustus 2016 menjadi momentum yang amat penting bagi pengembangan ekonomi syariah di tingkat dunia.

Presiden Jokowi dalam pembukaan forum itu menyebutkan bahwa keuangan syariah sekarang menjadi industri bernilai ribuan triliun dolar Amerika Serikat (AS) yang diminati Muslim dan non-Muslim.

Inggris, misalnya, merupakan negara Barat dan negara non-Muslim, tetapi telah menjadi pusat perbankan syariah di Eropa.

Pada 6 April 2014, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Glasgow di University of Glasgow menyelenggarakan seminar "Islamic Finance Management" yang ketika itu Penasihat Kebijakan Keuangan Pemerintah Inggris Omar Shaikh selaku narasumber menegaskan bahwa Inggris kini telah menjadi pusat perbankan Islam di Eropa.

Sistem itu berkembang berkat dukungan politik Pemerintah Kerajaan Inggris yang melihat pelaksanaan sistem ini sebagai peluang bisnis.

Peluang bisnis keuangan syariah di Inggris makin berkembang seiring dengan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan syariah.

Oleh karena itu, sistem yang dibangun menekankan keterbukaan dalam pengelolaan perbankan dan lebih rasional dalam mengambil keuntungan bisnis keuangan perbankan.

Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia sudah sewajarnya lebih pesat perekonomiannya dibandingkan dengan Inggris bila benar-benar menerapkan ekonomi syariah.

Masterplan Syariah

Patut disambut baik bahwa pada penyelenggaraan WIEF ini, pemerintah meluncurkan "Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah".

Saat ini Indonesia memiliki 34 bank syariah, 53 perusahaan takaful, enam modal ventura, satu pegadaian, dan lebih dari 5.000 institusi keuangan mikro yang melayani lebih dari 22 juta nasabah di seluruh Indonesia.

Penerapan ekonomi syariah dalam dunia perbankan nasional selama 20 tahun terakhir ini menjadi pilihan bagi masyarakat Indonesia di tengah-tengah penerapan perbankan konvensional.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyatakan bahwa saat ini waktunya bagi Pemerintah Indonesia, bersama dengan regulator keuangan, mulai mengembangkan sistem keuangan syariah ke dimensi pasar, dan lapangan permainan (playing field) yang lebih luas.

Dalam empat tahun terakhir, Bappenas sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam pengembangan perencanaan induk (masterplan) yang komprehensif bagi Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia.

Ada dua rekomendasi utama dalam  rencana induk tersebut. Rekomendasi yang pertama yakni peningkatan dan perluasan perbankan, pasar modal, keuangan syariah nonbank, dan dana sosial.

Rencana induk tersebut terdiri atas rencana aksi dan intervensi terhadap layanan yang meliputi aspek penting seperti kecukupan modal, pengembangan sumber daya manusia, perlindungan konsumen, sosialisasi dan jaring pengaman keuangan.

Sejumlah target yang ingin dicapai oleh rencana induk tersebut, antara lain, pembentukan bank investasi syariah, pembentukan perusahaan re-takaful, penempatan anggaran publik di sistem perbankan syariah, peningkatan kualitas ekonomi syariah atau edukasi keuangan di pendidikan tinggi, memperbesar penerbitan sukuk (Indonesia saat ini penerbit sukuk terbesar di dunia).

Rekomendasi kedua yakni pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), sebuah lembaga koordinasi untuk memastikan semua pihak yang terkait melaksanakan rencana aksi Masterplan dengan efektif.

Komite ini diketuai oleh Presiden dan Wakil Presiden sebagai wakil ketua, dan terdiri atas para anggota yakni Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Menteri Keuangan, Menko Perekonomian, Menteri Agama, Menteri BUMN, Menteri Koperasi dan UKM, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gubernur BI, Ketua Lembaga Penjamin Simpanan, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia.

Tujuan pembentukan komite tersebut adalah untuk menyinergikan seluruh upaya pengembangan keuangan syariah yang dilakukan oleh berbagai pihak antara lain pemerintah, regulator, dan industri keuangan syariah.

Dengan peluncuran Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah itu diharapkan dapat dikembangkan melalui kerja sama lembaga keuangan nasional dan internasional, regulator, investor, dan universitas dalam rangka memperluas sistem keuangan syariah di Indonesia.

Kekuatan fundamental itu telah ada dan patut digunakan dalam memperbaiki ekonomi global di tengah era globalisasi. Dunia Islam dan Muslim tetap berperan strategis dan menentukan ekonomi global bagi seluruh penduduk bumi ini.

Saatnya kini ekonomi syariah menjadi penggerak perekonomian dunia yang masih melambat sejak krisis keuangan delapan tahun silam.

Oleh Budi Setiawanto
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016