Berlin (ANTARA News) - Hungaria harus dikeluarkan dari Uni Eropa karena menerapkan kebijakan keras anti imigran, termasuk di antaranya mendirikan pagar kawat berduri, yang bertentangan dengan nilai-nilai Eropa, kata Menteri Luar Negeri Luksemburg, Jean Asselborn, Selasa.

Komentar keras yang tidak biasa untuk pemerintahan Viktor Orban di Hungaria itu disampaikan beberapa hari menjelang pertemuan puncak Uni Eropa di Bratislava.

"Kami tidak bisa menerima begitu saja pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip yang mendasari Uni Eropa," kata Asselborn kepada surat kabar Jerman Die Welt.

"Semua negara, seperti Hungaria, yang mendirikan pagar untuk mengusir para pengungsi perang dan membatasi kebebasan pers, serta independensi sistem peradilan, harus secara sementara, atau bahkan selamanya, dikeluarkan dari Uni Eropa," kata Asselborn.

Orban telah memicu kemarahan sejumlah negara-negara anggota Uni Eropa karena retorika keras anti pendatang dan pendirian pagar kawat di sepanjang perbatasan selatan Hungaria untuk mencegah kehadiran pengungsi.

Dia juga meminta warga Hungaria agar turut serta dalam referendum pada bulan depan yang akan menolak pemberlakukan kuota minimal yang harus diambil negara-negara anggota Uni Eropa untuk merelokasi pengungsi.

Uni Eropa tidak bisa menoleransi perilaku tersebut, kata Asselborn.

Oleh karena itu pengeluaran Hungaria "adalah satu-satunya kebijakan yang dapat mempertahankan integritas prinsip-prinsip dasar Uni Eropa," kata Asselborn sambil menambahkan bahwa seharusnya Eropa mempunyai klausul yang dapat mengeluarkan anggota tanpa melalui persetujuan aklamasi.

Asselborn mengatakan bahwa para pengungsi yang melarikan diri dari perang kini diperlakukan lebih buruk dibanding hewan-hewan liar.

"Pagar yang dibangun Hungaria untuk mengusir para pengungsi kini terus memanjang, meninggi, dan semakin bahaya. Hungaria bisa saja mengeluarkan perintah penembakan terhadap pengungsi," kata dia.

Akibat kebijakan keras dari Orban yang menutup perbatasan menuju negara-negara Eropa tengah, para pengungsi kini terjebak di Yunani di tempat penampungan yang telah melampaui batas kapasitas maksimal.

Di Lesvos, Yunani, lebih dari 5.150 pengungsi dan pendatang harus tinggal berdesakan di sejumlah tempat penampungan yang hanya berkapasitas total 3.500 orang, demikian data dari Greek Refugee Crisis Management Coordination Body.

Kondisi yang sama juga terjadi di Kepulauan Laut Aegea. Tempat penampungan yang berkapasitas 7.500 harus ditinggali 13.000 orang.

Karena kondisi yang sesak dan pelayanan buruk, para pengungsi di sejumlah tempat penampungan Yunani pada Senin menggelar unjuk rasa.

Pada Senin pagi waktu setempat, sekelompok anak-anak pengungsi di penampungan Pili, Pulau Kos, membakar sejumlah kasur dan matras. Mereka memprotes buruknya standar pelayanan dan penundaan proses permintaan suaka, demikian kantor berita AMNA melaporkan.

Kerusuhan serupa juga terjadi di Moria, Pulau Lesvos. Di tempat itu, para pengungsi selama beberapa hari terakhir terus menggelar demonstrai dengan alasan yang sama.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016