Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Bareskrim Polri menangkap dua orang tersangka dalam kasus penyelundupan amonium nitrat (NH4NO3) asal Malaysia.

"Satu tersangka berinisial Y ditangkap di Batam dan satu tersangka T ditangkap di Muna (Sulawesi Tenggara). Keduanya ditangkap pada 9 September 2016," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, di Jakarta, Jumat.

Kasus ini terungkap berkat koordinasi Bareskrim dengan pihak Bea Cukai.

Awalnya jajaran Bea Cukai menemukan ada tiga kapal yang diduga berisi amonium nitrat. Ketiga kapal yang ditangkap tersebut adalah Kapal "Harapan Kita" pada tanggal 16 April 2016, Kapal "Ridho Ilahi" pada 29 Juli, dan Kapal "Ikma Jaya" pada 29 Agustus.

Ketiga kapal tersebut disergap di wilayah Kepulauan Natuna. Ketiga kapal berikut muatannya disita karena tidak membawa dokumen pengangkutan.

"Kapal-kapal ini bermuatan amonium nitrat. Ini (amonium nitrat) merupakan bahan peledak tunggal," ungkapnya.

Tiga kapal tersebut diketahui membawa 6.659 karung yang berisi amonium nitrat dengan total bobot 166 ton.

Kemudian polisi berupaya mengungkap sindikat penyelundup bahan tersebut yang pada akhirnya diketahui berada di Batam, Kepulauan Riau.

"Mereka (pelaku) mengambil amonium nitrat di Pelabuhan Pasir, Malaysia," ucapnya.

Menurut Agung, kedua tersangka berperan menentukan kapal pengangkut, waktu pengangkutan dan rute perjalanan laut. Selain itu, kedua tersangka juga berperan menerima pesanan amonium nitrat dari pelanggan dan mengambil pesanan di Malaysia.

Sindikat ini bekerja berdasarkan pesanan. Usai mengambil barang pesanan di Malaysia, kapal akan menempuh jalur Laut China Selatan, menuju Laut Jawa, Kangean (Madura), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Flores (Nusa Tenggara Timur), Jeneponto (Sulsel), Pangkep (Sulsel), Bonarate (Sulsel) dan Baubau (Sultra).

Kapal singgah di titik-titik yang dilalui untuk mengantarkan pesanan kepada konsumen.

Amonium nitrat dilarang penggunaannya karena bisa digunakan sebagai bahan peledak tunggal yang kerap disalahgunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan di laut.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman maksimal hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau minimal 20 tahun penjara.

Pewarta: Anita P Dewi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016