Jakarta (ANTARA News) - Otto Hasibuan ketua tim kuasa hukum Jessica, terdakwa tewasnya Wayan Mirna Salihin, pada persidangan ke-22 menghadirkan ahli psikologi untuk memberikan gambaran kepada majelis hakim bahwa analisa ahli haruslah memiliki metode, bukan asal tebak-tebakan.

Tim kuasa hukum Jessica menghadirkan ahli psikologi Universitas Indonesia Dewi Taviana Walida Haroen yang menjelaskan bahwa banyak faktor yang melandasi perilaku Jessica menaruh tas kertas di atas meja. Ia juga menyatakan untuk menebak perilaku Jessica harus dengan penelitian.

"Ahli ini jelas menggambarkan bahwa kita ini bukan paranormal, tidak bisa main tebak-tebakan dalam menilai orang, hal yang benar itu seperti itu, ada metodologi, punya aturan, ada alatnya, ada alat penilainya," kata Otto Hasibuan saat persidangan diskorsing di PN Jakarta Pusat, Senin.

Hadirnya Dewi sekaligus mengkritik keterangan ahli Antonia Ratih Handayani pada persidangan 15 Agustus lalu yang mengatakan ada situasi potensial bagi Jessica memanipulasi kopi usai meletakkan tas kertas di atas meja 54 Kafe Olivier.

Menurut Otto, ahli tidak perlu memberikan kesimpulan jika metode dan alat ukur untuk menilai perilaku kliennya belum pasti.

"Dengan disampaikan ahli tadi, menurut saya, itu jelas sudah benar....waktu kita jadi mahasiswa diajarkan bagaimana membuat metodologi, tujuan penelitian, hipotesa, permasalahan, kemudian dibuat kesimpulan," lanjut Otto.

"Waktu itu Ratih saya tanyakan bagaimana umumnya orang menaruh paper bag di meja, padahal dia belum melakukan penelitian," kata Otto.

Di sisi lain, jaksa sempat tidak menerima keterangan Dewi yang tidak memeriksa psikologi Jessica secara langsung, melainkan dari membaca laporan pemeriksaan. Namun Otto menjawab, keterangan Dewi dari laporan bisa menjadi masukan untuk hakim.

"Dari awal kita tahu dia meneliti dari data ahli terdahulu, biasalah untuk second opinion," kata Otto.

Sidang ke-22 sedang diskorsing dan akan dilanjutkan lagi pada pukul 15.00 WIB.

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016