Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah berkomitmen mengatasi kemungkinan penurunan produksi minyak mentah nasional dengan mengatasi isu-isu yang menghambat pertumbuhan investasi oleh kontraktor di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, menyebutkan dari berbagai situasi yang dilihat sejak 2007 hingga sekarang, faktor penurunan kegiatan di hulu tercermin dari jumlah produksi minyak mentah Indonesia yang menurun.

"Pada 2016, dari 800 ribu barel per hari bisa menjadi 480 ribu barel per hari pada 2020 apabila tidak dilakukan kebijakan mengatasi isu-isu di hulu. Artinya, penurunan ini sudah pasti akan terjadi," kata dia.

Sri mengatakan hal tersebut terjadi tidak hanya karena faktor sumur yang menua, tetapi juga tidak adanya kegiatan eksplorasi migas baru karena minimnya minat investor. Sehingga, menurut dia, perbaikan iklim investasi di sektor hulu menjadi hal penting.

"Dari sisi Kemenkeu, ini sangat berkaitan erat dengan penerimaan dari sisi hulu dan hilir, serta bagaimana ini bisa menciptakan multipier effect," ucap dia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sekaligus pelaksana tugas (Plt) Menteri ESDM, Luhut B Pandjaitan, mengatakan Kementerian ESDM pada 2017 akan melakukan survei seismik dua dimensi untuk melihat potensi-potensi minyak dan gas di dalam negeri.

"Kami masih yakin, potensi minyak masih berkisar 100 miliar barel," ucap dia.

Survei seismik dua dimensi diharapkan mampu memudahkan penawaran potensi migas kepada investor. Seismik dua dimensi tersebut kebanyakan akan dilakukan di laut dalam.

"Kalau sampai dry hole, dengan tingkat kesuksesan Indonesia 39 persen untuk penemuan ladang minyak, maka akan sangat besar bebannya. Kalau (ditemukan) potensial, akan dilakukan seismik tiga dimensi agar menarik untuk para investor," ucap Luhut.

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016