Dia memikirkan perempuan Indonesia untuk maju."
Jakarta (ANTARA News) - Putri Presiden kedua Republik Indonesia, Titik Soeharto mengatakan tokoh pers nasional Siti Latifah Herawati Diah yang meninggal di usia 99 tahun pada Jumat pagi, merupakan tokoh yang memberdayakan perempuan.

"Kita sekarang kehilangan tokoh pejuang itu, Herawati adalah salah satu tokoh perempuan yang bisa memberdayakan kaumnya. Dia memikirkan perempuan Indonesia untuk maju," kata Titik saat ditemui di rumah duka, Jakarta, Jumat. (Baca juga: In Memoriam -- Herawati Diah, wartawati penerjemah teks Proklamasi Kemerdekaan RI)

Titik mengaku mengenal Herawati Diah sejak masih kecil, dan selalu kagum dengan cara Herawati berbusana yang menurutnya selalu rapi dan cantik. Mereka pun akhirnya bergabung dalam satu perkumpulan yang sama yaitu Himpunan Ratna Busana.

Titik juga berharap semangat Herawati yang sepanjang hidupnya tidak pernah letih membangun perempuan Indonesia itu dapat dicontoh oleh generasi berikutnya.

Tidak hanya Titik, sejumlah pelayat sejak pagi telah mendatangi rumah duka Siti Latifah Herawati Diah di kawasan Patra Kuningan 9 Nomor 10, Jakarta Selatan, beberapa diantaranya adalah Presiden Republik Indonesia ketiga Burhanuddin Jusuf Habibie hingga Miranda Gultom.

Herawati sudah aktif dalam berbagai organisasi pelajar dan wanita sejak zaman kolonial hingga zaman kemerdekaan.

Istri mantan Menteri Penerangan BM Diah itu di masa senjanya masih sering melakukan hobinya bermain "bridge", dan mengikuti pengajian atau arisan.

Selama menjalani karir jurnalistik, Herawati pernah menjadi redaktur Harian Merdeka, pendiri dan pemimpin redaksi majalah Keluarga (1953-1997) serta redaksi harian berbahasa Inggris The Indonesian Observer (1955-1997).

Perempuan kelahiran Belitung, 3 April 1917, yang sempat bekerja di Departemen Luar Negeri (1945-1946) ini merupakan perempuan Indonesia pertama yang lulus dari universitas di Amerika Serikat pada 1941.

Herawati sempat mengeyam pendidikan di American High School di Tokyo, Jepang, sosiologi di Columbia University dan jurnalistik di Stanford University California, Amerika Serikat, selain juga di School of Oriental and African Studies di London, Inggris.

Peraih penghargaan Bintang Mahaputera Utama dari pemerintah era Soeharto itu juga aktif di bidang budaya antara lain sebagai pencetus pencari dana untuk renovasi Candi Borobudur (1968) dan pemugaran Keraton Surakarta (1985).

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2016