Jakarta (ANTARA News) - Penerimaan dana melalui deklarasi dan restitusi aset pada tahap I program amnesti pajak lebih baik dari yang diperkirakan.

Tanggapan wajib pajak (WP) yang menggebu-gebu, khususnya pada hari-hari terakhir menjelang 30 September 2016, akhirnya dijadikan momentum untuk mereformasi sistem perpajakan di Indonesia menuju lebih baik.

Memang, selain untuk menambah penerimaan pajak pada tahun anggaran 2016, salah satu tujuan program amnesti pajak adalah demi memperbaiki sistem perpajakan dan meningkatkan basis pajak nasional.

Sejumlah konglomerat kaya terlihat mendaftar untuk ikut program amnesti pajak, termasuk pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Kesuksesan program amnesti pajak periode Juli-September 2016 itu dicapai karena kuatnya dukungan Presiden Joko Widodo, yang bahkan menyempatkan diri meninjau kantor pelayanan pajak di Ditjen Pajak pada 30 September 2016 malam yang merupakan batas akhir tahap I program tersebut.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan jajaran Ditjen Pajak juga terlihat bekerja keras dalam pelaksanaan program yang telah disiapkan sejak Menteri Keuangan dijabat oleh Bambang PS Brodjonegoro itu.

Dampak dari suksesnya program tersebut membuat ada tambahan dana segar pada sistem perekonomian Indonesia. Dana tersebut harus dimanfaatkan, khususnya untuk pembangunan sektor riil.

Pemerintah sebelumnya sudah menyatakan kesiapannya untuk menampung dana warga negara Indonesia yang masuk itu. Dana tersebut harus dijadikan "tambahan tenaga" dalam pembangunan nasional seperti pembangunan infrastruktur.

Pada periode I program amnesti pajak dengan tarif tebusan dua persen yang telah berakhir itu per 30 September 2016 itu tercatat ada 372.059 Surat Pernyataan Harta (SPH) yang disampaikan WP. Dari angka itu terdapat 14.135 orang yang selama ini belum pernah membayar pajak atau belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Total harta yang dilaporkan mencapai Rp3.620 triliun yang terdiri dari deklarasi harta di dalam negeri Rp2.533 triliun, deklarasi harta di luar negeri Rp951 triliun, dan dana yang kembali dari luar negeri ke Indonesia atau repatriasi Rp137 triliun.

Sementara uang tebusan yang ditargetkan masuk dalam penerimaan negara sebanyak Rp165 triliun pada akhir periode 31 Maret 2017, sudah terkumpul Rp97,1 triliun dalam akhir periode pertama tersebut.

Berdasarkan data tersebut, pencapaian pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan program pengampunan pajak menjadi yang tersukses di dunia melewati Italia dengan total harta dilaporkan Rp1.179 triliun, Chili Rp263 triliun, dan Spanyol Rp202 triliun.

Periode I amnesti pajak atau periode dengan tarif termurah itu dilanjutkan dengan periode II mulai 1 Oktober 2016.

Pada periode II, repatriasi atau deklarasi dalam negeri dikenakan tarif 3 persen. Sedangkan deklarasi luar negeri dikenakan tarif 6 persen.

Tahan Defisit
Suksesnya tahap I amnesti pajak itu dinilai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara bakal mampu menahan defisit anggaran pada level 2,7 persen dari produk domestic bruto (PDB).

Sementara dengan adanya uang tebusan yang jumlahnya lebih besar dari yang diperkirakan, Mirza menganggap tidak bakal ada lagi pemangkasan anggaran oleh pemerintah.

Mirza juga mengatakan, dana repatriasi itu dapat dimanfaatkan untuk pembelian produk pasar modal seperti saham dan obligasi, termasuk obligasi korporat,

Sedangkan ekonom BCA David Sumual mengatakan, dana repatriasi yang terkumpul itu bisa menjadi "tenaga dalam" bagi dunia usaha untuk melakukan ekspansi usaha.

Menurut David, dunia usaha kini tidak khawatir dalam berusaha karena masalah perpajakan sudah selesai melalui program amnesti pajak.

Pemerintah sudah seharusnya mengantisipasi agar dana repatriasi dari dalam dan luar negeri itu dapat menjadi sumber dana pembiayaan sektor riil.

Berbeda dengan dana tebusan, yang memang masuk dalam APBN sebagai penerimaan pajak, dana repatriasi yang tersimpan dalam bank persepsi, harus juga dimanfaatkan agar nantinya tidak hanya menjadi beban perekonomian.

Pemerintah harus berupaya keras agar pemilik dana repatriasi itu berminat membiayai proyek pembangunan yang saat ini membutuhkan pembiayaan. Begitu juga institusi selain perbankan, seperti pasar modal, perlu aktif mendorong agar dana tersebut terserap di pasar portofolio itu.

Berharga
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyebut data deklarasi harta WP di dalam negeri maupun di luar negeri pada program amnesti pajak sangat berharga untuk perekonomian Indonesia yang lebih baik.

"Hal yang paling berharga (dari amnesti pajak) adalah data berbagai macam deklarasi. Karena ini menggambarkan ekonomi yang selama ini tidak terekam sekarang terekam," kata Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, data deklarasi harta WP itu bagus untuk membuat perekonomian menjadi lebih formal serta menjadi fondasi yang lebih kuat untuk perekonomian Indonesia.

"Deklarasi sendiri merupakan suatu aset yang luar biasa besar, sumber informasi yang sangat baik. Aktivitas perekaman ekonomi jadi jauh lebih akurat," kata Sri Mulyani.

Dengan data deklarasi harta tersebut, lanjut dia, memberikan keuntungan pada para pelaku usaha itu sendiri dalam melakukan estimasi yang lebih baik serta melihat potensi-potensi ekonomi Indonesia.

Dari sisi pemerintah juga bisa lebih paham dalam membuat dan mengeluarkan kebijakan yang lebih akurat dengan melihat data harta kekayaan WNI lewat amnesti pajak.

Sri yang mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebutkan momen program pengampunan pajak sebagai permulaan tradisi kepatuhan pajak yang berguna bagi pembangunan indonesia, dan pada akhirnya berguna untuk jajaran pengusaha Indonesia untuk bisa melihat perekonomian dengan berbagai macam peluang.

Bank Pembangunan Asia (ADB) menilai program amnesti pajak, meski membantu pencapaian target penerimaan negara, lebih bermanfaat untuk memperkuat basis data perpajakan dalam jangka panjang.

"Program ini memang bisa menambah potensi penerimaan, namun lebih bermanfaat untuk meningkatkan database perpajakan," kata Kepala Perwakilan ADB di Indonesia Steven Tabor.

Tabor menjelaskan dampak keseluruhan terhadap penerimaan pajak maupun perbaikan terhadap data perpajakan, baru bisa sepenuhnya terlihat pada 2017.

"Dampaknya terhadap reformasi perpajakan, termasuk adanya wajib pajak baru, dan tambahan potensi penerimaan untuk belanja sosial, pendidikan dan infrastruktur, baru terlihat tahun depan," katanya.

Namun, Tabor mengingatkan agar aparat pajak tidak sepenuhnya fokus kepada program ini, karena banyak potensi ekstensifikasi pajak yang bisa dilakukan pada tahun ini seperti dari pajak korporasi. 

Oleh Achmad Buchori
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016