Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara diharapkan menolak dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait penodaan agama.

Juru bicara Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK) Umi Azalea di Jakarta, Senin, menyebutkan dakwaan alternatif pertama dari JPU mengenai interpretasi dan penerapan Surat Al Maidah ayat 51 menjadi domain dari agama Islam dan para pemeluknya.

"Alur pikiran JPU dalam mendakwa Ahok pada dakwaan alternatif pertama berkaitan atau dapat dikualifikasikan sebagai tindak penafsiran Surat Al Maidah ayat 51," kata Umi.

Berdasarkan hal itu, Umi menuturkan ketentuan hukum positif harus diterapkan terhadap seseorang yang diduga menafsirkan sebagai penodaan agama sesuai Pasai 1 hingga Pasal 3 UU PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Atau Penodaan Agama yaitu mekanisme peringatan keras terlebih dahulu.

"Jika orang itu masih melanggar setelah diberikan peringatan keras maka ketentuan pidana dapat diterapkan," ujar Umi.

Umi menjelaskan majelis hakim harus mempertimbangkan hukum sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-X-2012 halaman 145 poin 3.16 mengenai menimbang terhadap dalil para pemohon bahwa Pasal 156a KUHP seharusnya tidak dapat diterapkan tanpa didahului dengan perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatan di dalam Suatu Keputusan Bersama 3 Menteri (Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri).

Mahkamah berpendapat sebagai berikut: Bahwa Pasal 156a KUHP merupakan tindak pidana yang ditambahkan ke dalam KUHP berdasarkan perintah dari UU Pencegahan Penodaan Agama. Adapun rumusan Pasal 156a KUHP a quo mengatur tindak pidana dalam perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Umi mengatakan Ahok tidak mendapatkan peringatan keras terlebih dahulu maka seharusnya majelis hakim menolak dakwaan JPU terhadap petahana Gubernur DKI tersebut.

Umi juga mengharapkan majelis hakim menjadi penegak keadilan dan memberikan putusan yang sesuai dengan hak asasi manusia (HAM) dan konstitusi di Indonesia berdasarkan Pasal 28 D Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

(T014/C004)

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016