Jangankan dokumen kapal, bahkan KTP pun mereka tidak punya
Pekanbaru (ANTARA News) - Kantor Imigrasi Klas II Bagansiapi-Api, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau memeriksa seorang nakhoda dan lima anak buah kapal (ABK) KM Bahtera yang ditangkap Bea dan Cukai membawa 140 tenaga kerja Indonesia (TKI).

"Nakhoda dan ABK telah diserahkan ke kantor Imigrasi Bagan Siapi-Api dan masih terus dimintai keterangannya," kata Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Riau, Sutrisno kepada Antara di Pekanbaru, Minggu.

Sutrisno menjabarkan, dari pemeriksaan sementara nakhoda kapal diketahui berinisial ELM, sementara ke lima ABK berinisial FB, BP, MY, DA dan IA.

Dari pemeriksaan itu juga, diketahui kelima ABK tidak memiliki dokumen resmi sama sekali.

"Jangankan dokumen kapal, bahkan KTP pun mereka tidak punya. KTP hanya bisa ditunjukkan ELM," ujarnya.

Hingga kini, Imigras Klas II Bagan Siapi-Api masih terus memintai keterangan ke enam orang tersebut.

140 TKI yang terdiri atas 110 laki-laki dan 30 perempuan diselamatkan Bea dan Cukai Kota Dumai pada Jumat malam (20/1). Mereka ditemukan petugas saat berada di dalam KM Bahtera di perairan Rokan Hilir, Riau.

Dari pemeriksaan, kapal kayu berbobot 7 GT itu bertolak dari Port Klang Malaysia dengan tujuan Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara.

Saat ditemukan petugas, ratusan TKI yang juga terdapat wanita hamil dan anak-anak itu dalam kondisi lemas. Setelah diperiksa kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Dumai, mereka kemudian diperiksa Imigrasi setempat.

"Mereka sudah kami data dan ditemukan memegang paspor Indonesia dan bekerja di Malayisa dengan dan tanpa prosedur," kata Subseksi Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Dumai, Charaghita Probo Yuantoro.

Setelah pemeriksaan tersebut, TKI itu selanjutnya dipulangkan ke daerah asal seperti Aceh, Sumatera Utara, dan beberapa daerah lainnya di Pulau Jawa menggunakan biaya pribadi.

Sementara seorang nakhoda dan lima ABK masih terus menjalani pemeriksaan intensif di Bagan Siapi-Api.

Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017