Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri masih berupaya untuk mendapatkan akses kekonsuleran untuk Siti Aisyah yang saat ini ditahan oleh Polisi Diraja Malaysia karena diduga terlibat dalam pembunuhan Kim Jong-Un.

"Permintaan akses kekonsuleran itu akan dilakukan terus-menerus, mudah-mudahan dalam beberapa waktu ini akses tersebut sudah dapat kita peroleh," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi di Kantor Presiden Jakarta, Rabu.

Siti Aisyah adalah terduga pelaku pembunuh abang tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, Kim Jong-Nam. Kim Jong-Nam tewas pada 13 Februari 2017 di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) setelah diserang dua orang perempuan.

Kepolisian Malaysia lalu menangkap empat orang. Mereka adalah dua perempuan yang terekam dalam kamera bandara yaitu Doan Thi Huong, warga Vietnam pada 15 Februari dan Siti Aisyah Warga Negara Indonesia (WNI) pada 16 Februari. Dua orang lagi, Muhammad Farid bin Jalaluddin adalah warga Malaysia teman dekat Aisyah dan Ri Jong-chol, warga Korea Utara.

"Karena akses kekonsuleran ini sangat penting artinya bagi kita untuk memberikan perlindungan kepada warga negara kita. Akses konsuler ini sudah kita mintakan tapi sampai sekarang belum diberikan pemerintah Malaysia," tambah Retno.

Retno mengaku pada 20 Februari 2017 pada sela-sela ret-reat para menteri luar negeri ASEAN, sudah ada pertemuan trilateral antara Menlu Indonesia, Menlu Malaysia Dato Sri Anifah Aman, dan Menlu Vietnam PB Minh.

"Di situ kita membahas mengenai masalah kasus ini dan saya secara langsung meminta kembali (akses kekonsuleran) karena sebelumnya baik melalui nota diplomatik maupun komunikasi-komunikasi saya dengan Menlu Malaysia meminta kembali akses kekonsuleran untuk WNI kita dan permintaan yang sama juga dilakukan oleh Menlu Vietnam sehingga Malaysia paham sekali adanya permintaan tersebut," tambah Retno.

Namun pemerintah Malaysia belum dapat memberikan akses itu dengan alasan ada penambahan masa investigasi selama 7 hari lagi karena belum begitu banyak barang bukti yang diperoleh pada 7 hari awal.

"Tapi kita tidak menunggu sampai 7 hari lagi baru meminta lagi. Saya sudah ulang lagi permintaan tersebut. Dari KBRI selain fungsi konsuler yang berjalan maka kita sudah menyiapkan retainer lawyer yang siap kapan pun untuk mendampingi. Tentunya hukum negara setempat itu harus dihargai dan dihormati tapi kita hanya ingin memastikan hak-hak hukum warga negara kita tidak terkurangi itu saja," tegas Retno.

Menurut Retno, Kemlu sudah memiliki aturan yang jelas dalam upaya perlindungan Warga Negara Indonesia.

"Apabila ada WNI yang mengalami masalah termasuk masalah yang terkait hukum di luar negeri maka fungsi perlindungan kita mulai berjalan. Dari sejak awal kita mengalami informasi terjadinya kasus tersebut maka yang pertama kali kita lakukan adalah melakukan komunikasi untuk mendapatkan informasi apa benar itu WNI dan pada saat yang sama kita juga melakukan verifikasi data kita dengan imigrasi dengan kedutaan kita di Malaysia," jelas Retno.



Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017