Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyarankan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang adanya pasal khusus yang mengatur kepemilikan saham dari PT Freeport Indonesia terhadap masyarakat adat.

"Kami meminta ada pasal khusus yang secara tegas dan jelas menyebutkan posisi masyarakat adat dalam kepemilikan saham. Sudah 50 tahun mereka tidak dihargai," kata Natalius Pigai di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Selasa.

Dalam pertemuannya dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Natalius Pigai menginginkan agar masyarakat adat mendapat kompensasi salah satunya dari pembagian saham Freeport atas kepemilikan tanah adat untuk mengurangi kemiskinan.

Natalius menjelaskan masyarakat adat yang terdampak dari wilayah operasi Freeport, antara lain suku Amungme dan suku Kamoro di Papua dapat dilibatkan dalam perundingan kelanjutan operasional Freeport dengan pemerintah.

Menurut dia, dalam konteks bisnis, masyarakat adat selaku pemilik tanah yang dijadikan wilayah operasional seharusnya menjadi pemegang saham.

Selama beroperasi 50 tahun, masyarakat adat tidak memiliki kepastian akan status kepemilikan saham. Ketidakpastian ini yang membuat masyarakat adat semakin dilanda kemiskinan

"Kemiskinan di Timika 33 persen, Indonesia hanya 11 persen. Bayangkan Freeport sebesar itu. Kami ingin membantu negara meminimalisasi kemiskinan dengan menjadikan mereka bagian dalam pengelolaan usaha," ungkapnya.

Komnas HAM juga meminta Kementerian ESDM bisa menindaklanjuti penguasaan lahan ini dengan melibatkan masyarakat adat dalam perundingan antara pemerintah dengan Freeport baik dengan skema Kontrak Karya (KK) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus.

"Apakah nanti perundingan antara Freeport dan pemerintah berhasil kemudian usahanya dilanjutkan atau terhenti, bagi kami bukan jadi kekhawatiran. Bagi kami, kalau dilanjutkan bagaimana posisi masyarakat, kalau terhenti bagaimana tanggung jawab akibat operasi yang menyebabkan berbagai kekurangan," ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menjelaskan kepemilikan saham yang melibatkan masyarakat adat harus dilakukan secara menyeluruh dalam koridor divestasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 mengenai divestasi perusahaan tambang berbentuk penanaman modal asing (PMA).

Peraturan itu menyebut pemerintah daerah mendapatkan prioritas kedua dari divestasi saham setelah pemerintah pusat.

"Penyelesaian menyeluruh mengenai saham dan lain-lain harus dalam koridor divestasi. Yang jelas kita harus berjuang bagaimana caranya Freeport mau divestasi saham 51 persen," kata Arcandra.

(M053/A029)

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017