Surabaya (ANTARA News) - Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya menambah satu tersangka baru dugaan peredaran video penggerebekan pasangan bocah yang berbuat mesum di "fitting room" atau kamar ganti Hipermarket Lottemart Pakuwon Surabaya.

"Kemarin kita sudah gelar perkara. Hasilnya kita tetapkan Wakil Komandan Regu Sekuriti Hipermarket Lottemart Pakuwon berinisial MK sebagai tersangka," ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polrestabes Surabaya AKBP Shinto Silitonga di Surabaya, Rabu.

Sebelumnya pada pekan lalu dalam perkara ini polisi telah menetapkan Komandan Regu Sekuriti Lottemart Pakuwon berinisial S sebagai tersangka. Dengan begitu, jumlah tersangka saat ini menjadi dua orang.

Shinto menjelaskan, MK ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatannya yang melarang pasangan bocah memakai celana saat digerebeknya ketika berbuat mesum di dalam kamar ganti Lottemart Pakuwon pada 4 Maret lalu.

"Beda dengan tersangka S yang merekam melalui kamera ponselnya, tersangka MK ini tidak ikut merekam. Dia hanya melarang pasangan bocah memakai celana saat menggerebeknya," terang Shinto.

Perbuatannya itu menjadi fatal karena tersangka S merekamnya melalui kamera ponsel dan videonya kemudian beredar luas menjadi viral di media sosial, mempertontonkan pasangan bocah ini dikeler ke ruang sekuriti yang berjarak lebih dari 70 meter dari "fitting room" dengan tidak bercelana.

Masing-masing dua lembar celana dalam dan celana panjang milik pasangan bocah laki-laki dan perempuan yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas di Surabaya itu kini menjadi barang bukti penting yang disita petugas Polrestabes Surabaya.

Selain barang bukti lainnya adalah 32 unit ponsel milik para karyawan Lottemart Pakuwon dan rekaman CCTV, serta telah memanggil sebanyak 11 saksi yang berada di tempat kejadian untuk dimintai keterangan.

"Hari Kamis (23/3) besok kita panggil tersangka MK untuk menjalani penyidikan pertamanya sebagai tersangka," imbuhnya.

MK dijerat Pasal 35 dan 37 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun.

Shinto mengatakan, penyidik masih membidik kemungkinan penambahan tersangka lainnya. "Kita belum menetapkan tersangka yang mengunggah ke media sosial. Untuk mengarah ke sana prosesnya memang agak lama karena harus menunggu bukti ilmiah dari Tim Laboratorium Forensik," ucapnya.

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo dan Hanif Nashrullah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017