Jakarta (ANTARA News) - Indonesia berada di posisi keempat Asia-Pasifik dalam pasar pesawat jet eksekutif-mewah, setelah China, Australia, dan Malaysia. Produser pesawat terbang di kelas ini sangat sedikit, sebutlah Bombardier (Kanada), Cessna dan Gulfsteam (Amerika Serikat), dan Dassault (Prancis). 




Yang terakhir ini, mencoba meningkatkan potensi pasar itu menjadi realitas kebangkitan baru seiring perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional yang dinyatakan pemerintah ada di kisaran 5,1-5,2 persen pada tahun ini. 




Pula, kunjungan Presiden Prancis, Francois Hollande, ke Indonesia —yang secara langsung atau tidak— mempromosikan secara lebih lagi kerja sama kedua negara. Hollande adalah kepala negara kedua Prancis yang datang ke Indonesia setelah 30 tahun lalu. Hasil dari kunjungan ini adalah komitmen peningkatan investasi Prancis hingga Rp34 triliun di Tanah Air. 




Bagaimana kemudian Dassault Aviation sebagai perusahaan perancang dan pembuat pesawat jet eksekutif Falcon series, menyikapi potensi pasar itu? Sejak beberapa hari lalu, satu pesawat terbang jet eksekutif peraga, Falcon 900LX, dihadirkan di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta. Kelirnya putih ditingkahi stripping merah tipis dengan nomor registrasi Prancis, F-HRAY. 




Secara kasat mata, kehadirannya seolah sama saja di antara sekian banyak jet eksekutif yang parkir di apron Bandara Internasional Halim Perdanakusuma itu, apalagi banyak di antara mereka yang memiliki kode registrasi mancanegara, di antaranya N-xxxx (Amerika Serikat), VR-xxxx, dan lain-lain. 




Tangga menuju kabin dengan sedikit undakan sudah dibuka, dan pramugari khusus, Rita (warga negara Taiwan), dan Wakil Kepala Pilot Uji Dassault Falcon, Olivier Pirraud, sudah menunggu, pada Jumat siang itu. Keduanya menyapa ramah dan menyilakan antaranews.com langsung ke dalam kabin, didampingi petugas Pemasaran dan Penjualan Regional Asia-Pasifik Dassault Falcon, Clement Brozi. 




Warna beige yang cerah di plafon setinggi 1,88 meter langsung mendominasi pandangan seusai kaki melintasi dapur yang didominasi kayu birch bernuansa coklat tua. Warna beige itu bukan karena cat atau pelapis, melainkan karena balutan kulit sapi yang sambungannya tidak terlihat pun tidak bisa diraba. Sangat rapi dan presisi.  




Ada empat kursi berhadapan yang ditancap di rel di lantai, dengan satu meja lipat berada di tengah keempat kursi itu. “Sebenarnya ini bukan sekadar meja namun bisa difungsikan menjadi tempat tidur tambahan yang nyaman. Untuk mengubah, ada motor listrik yang bisa dikendalikan dari panel di sisi plafon ini,” kata Brozi. 




Di sebelah kirinya, terdapat sofa kulit panjang warna beige yang bisa diduduki tiga orang dewasa tanpa berdesakan. “Ini juga bisa menjadi tempat tidur jika diperlukan, nyaman dan aman juga,” kata Brozi. Kabin Falcon 900LX ini terbagi menjadi tiga kompartemen, yaitu kompartemen dapur dan pendukung, kompartemen kerja, dan kompartemen istirahat. Lalu ada toilet yang juga dibalut kulit berwarna beige. 




“Ini konfigurasi standar dari studio rancang interior kami di Amerika Serikat. Semua Falcon diterbangkan dari hanggar produksinya di Prancis untuk dilengkapi interiornya di Amerika Serikat. Ini menyangkut aspek kesejarahan Falcon series oleh pendiri Dassault, Marcel Dassault, pada dasawarsa ’60-an,” kata dia. 




Rita kemudian memutarkan musik dari pemutar cakram rekam yang diletakkan di rak-rak di dapur. Alunan suara musik klasik terdengar dan layar fasilitas hiburan dalam kabin, juga instrumen Skybox untuk berselancar internet sangat memanjakan orang yang ada di dalam kursi-kursi Falcon 900LX ini. Jika ingin berkomunikasi di ketinggian angkasa, maka telefon satelit berbasis sistem Iridium atau Inmarsat atau internet, bisa dipakai. 




Pada konfigurasi standar ini, 14 orang bisa diakomodasi dari dalam kabin sepanjang 10,1 meter dengan daya muat bagasi sebanyak 3,6 meter kubik dan luas jendela keseluruhan 2,04 meter persegi. Kehadiran jendela seluas ini penting juga dalam membangun kesegaran dan suasana nyaman-mewah dalam penerbangan berjam-jam hingga 9.260 kilometer di ketinggian hingga 51.000 kaki dari permukaan laut. 




Panel-panel pengendali yang sederhana namun pas dengan garis rancangan secara keseluruhan, terdapat di tempat-tempat yang mudah dijangkau. “Sangat mudah mengoperasikannya. Petunjuk-petunjuknya juga diberikan dalam pengertian yang mudah dan cepat dipahami,” kata Rita, yang sebelum bergabung dengan Dassault Falcon telah berpengalaman menjadi pramugari pada China Airlines. 




Beralih ke kokpit, Pirraud sudah duduk di kursi kanan (tempat ko-pilot), untuk menjelaskan berbagai hal terkait sistem manajemen penerbangan, sistem pengendalian, sistem navigasi-komunikasi, dan sistem avionika secara keseluruhan. 




“Yang sangat menentukan dalam kehandalan pengendalian suatu pesawat terbang adalah aerodinamika yang diterapkan. Ada pesawat terbang yang memiliki karakteristik sangat stabil, kurang stabil, sangat tidak stabil yang biasanya ada pada pesawat tempur. Kami di Falcon sangat dibantu dengan aerodinamika dan sistem-sistem yang diterapkan di pesawat jet eksekutif ini,” kata Pirraud. Inilah yang juga menyumbang tingkat keselamatan penerbangan Falcon. 




Menurut pensiunan penerbang pesawat transport VIP Angkatan Udara Prancis dengan pangkat terakhir kapten ini, Falcon dilengkapi aktuator servo ganda yang juga diterapkan pada pesawat tempur besutan Dassault, di antaranya Dassault Rafale dan pendahulunya, Mirage III hingga Mirage 2000. Selain itu, presisi kendali penerbangan semakin ditingkatkan dari masa ke masa dari divisi riset dan pengembangan Dassaul Falcon. 




“Anda duduk di kokpit yang memakai konsep EASy II Flight Deck, yang berbasis Honeywell Primus Epic,” katanya. Interaksi antara penerbang dengan sistem avionika semakin baik, membantu meningkatkan kewaspadaan dan koordinasi antar awak, mengurangi beban kerja pilot, hingga akhirnya meningkatkan keselamatan penerbangan.




Menurut dia, ada beberapa hal sederhana yang diterapkan namun justru sangat terasa manfaatnya. Misalnya pilot dan ko-pilot hanya disajikan informasi yang benar-benar diperlukan pada situasi yang dihadapi saat itu. 




“Kalau terbang malam, hanya lampu-lampu instrumen tertentu saja yang menyala. Selebihnya gelap dan kami sangat mudah menjejaki langkah-langkah jika ada perubahan situasi,” kata dia. 




Sementara pilot dan ko-pilot mengendalikan pesawat terbang dengan tiga mesin itu, maka pengikut penerbangan di dalam kabin bisa bekerja atau menikmati hiburan atau beristirahat sesuai yang dikehendaki. 

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017