Nairobi (ANTARA News) - Perubahan iklim membuat kekeringan dan bencana kemanusiaan memburuk di Tanduk Afrika, kata Oxfam, menjelang pawai iklim besar di Washington yang bertepatan dengan 100 hari pertama pemerintahan Trump.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengatakan, sekitar 12 juta orang di Ethiopia, Kenya, dan Somalia berisiko mengalami kelaparan karena kekeringan yang berulang dengan Somalia berisiko mengalami kelaparan untuk kedua kalinya dalam enam tahun.

"Perubahan iklim adalah masalah nyata dan terkini di Afrika Timur. Apa yang sebelumnya hanya pernah sesekali terjadi dalam kehidupan kini semakin sering terjadi," tutur Direktur Regional Oxfam Nigel Tricks.

"Untuk pertama kalinya, unta dan keledai yang terkenal tahan (cuaca panas) sekarat dan kehidupan penggembala yang bergantung kepada ternak sangat terganggu,"

Ribuan orang diperkirakan akan menghadiri Pawai Iklim Rakyat di Washington pada Sabtu, yang berharap dapat menyamai keberhasilandemonstrasi berkekuatan 300.000 di New York pada 2014, satu-satunya protes terbesar yang pernah diadakan mengenai topik perubahan iklim.

Presiden Donald Trump bulan lalu menandatangani Keppres pembatalan peraturan perubahan iklim era Obama dan mempertanyakan dukungan AS pada kesepakatan internasional untuk memerangi pemanasan global.

Sekelompok kecil pegiat di kota Kilifi di pesisir Kenya akan ambil bagian dalam demonstrasi serupa, bersama dengan pegiat lain di Australia, Brasil, Yunani, Pantai Gading, Uganda dan Zambia.

"Pawai tersebut untuk memperjuangkan lingkungan kita dengan menciptakan kesadaran lebih pada konservasi," kata Noel Baraka, direktur Jaringan Aksi Kenya yang bermarkas di Kilifi, yang melakukan kampanye perubahan iklim.

Afrika bagian Timur dan Selatan terkena dampak parah kekeringan pada 2016 yang diperburuk oleh El Nino, demikian Reuters.

(R029/M007)

Baca juga: (Indonesia dukung program pembangunan di Afrika)


Baca juga: (FAO apresiasi upaya Indonesia wujudkan swasembada beras)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017