Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pakar Badan Pembina Rohani Mental Islam Nasional KH Ridwan Muhammad Yusuf mengatakan belajar agama harus sampai ke intinya sehingga bisa memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan benar.

"Kalau orang belajar agama sampai ke intinya, tentu tidak akan melukai, menyalahkan, apalagi menyesatkan orang lain," kata Ridwan pada peringatan Isra Miraj di Kantor BNPT, Bogor, Kamis (27/4), dikutip dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan agama Islam diturunkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta sehingga menjadi ironis apabila penganutnya justru berperilaku sebaliknya. Apalagi, justru menjadikan agama sebagai alasan pembenar tindakan kekerasan yang dilakukannya.

"Kita belajar agama itu untuk menemukan nikmat dan lembutnya agama itu. Bukan untuk merusak perdamaian, apalagi membunuh sesama manusia," tukasnya.

Menurut dia, munculnya kelompok radikal teroris salah satunya dipicu oleh pemahaman agama yang hanya sampai kulit atau permukaan saja. Padahal, lanjutnya, belajar agama butuh proses dan pendalaman di setiap tingkatannya.

"Ketika orang menemukan agama hanya di permukaan saja maka di situlah akan muncul iblis yang akan mengajak berperang satu sama lain," kata Ridwan.

Celakanya, menurut dia, orang atau kelompok yang memahami agama secara dangkal ini gencar menyebarkan pengaruh dan berupaya menjaring pengikut sebanyak mungkin.

Oleh karena itu, lanjutnya, umat Islam di Indonesia harus dibentengi dari pengaruh negatif itu dengan cara memberikan pemahaman agama yang benar. Ia telah membuat program ulama bersatu nasional untuk membahas kembali cara pengajaran agama kepada masyarakat.

"Agama yang diajarkan itu harus lembut dan nikmat karena Islam itu adalah rahmatan lil alamin," kata pengasuh Pondok Pesantren Rahmatan Lil Alamin, Depok, Jawa Barat itu.

Ia yakin bila umat memiliki pemahaman agama benar, ditambah penguatan ideologi Pancasila, maka bangsa Indonesia tidak akan bisa tersentuh oleh paham-paham negatif yang bisa memecah NKRI.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017