Maros (ANTARA News) - Pertunjukan teater eksperimental "Siri Bola" menghidupkan budaya harga diri yang memupuk rasa kebersamaan di kalangan masyarakat Maros.

"Upaya menghidupkan budaya Siri melalui pertunjungan teater Siri bola/balla" ini merupakan sisi lain dari eksistensi harga diri," kata Sutradara pertunjukan teater Siri Bola/Balla Muhajir di Dusun Tana Tekko, Desa Alatengngae, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulsel, Sabtu petang.

Menurut calon master Institute Seni Indonesia (ISI) Surakarta ini, pemilihan tema pertunjukan itu dengan hijrah (pindah) rumah yang melibatkan banyak orang untuk bergotong-royong, berangkat dari pengalaman masa kecilnya yang diamati.

Pertunjukan yang dibentuk menjadi sebuah film yang sarat dengan nilai-nilai budaya Suku Bugis dan Makassar ini, membutuhkan waktu sekitar dua bulan lebih untuk menggarapnya menjadi suatu rangkaian cerita.

"Siri Bola/Balla ini memiliki makna yang dalam yang mengajarkan kepada masyarakat bahwa bukan hanya perpindahan rumah secara fisik, tetapi juga rumah dalam bentuk spiritual," kata nya.

Siri yang juga berarti harga diri, lanjut dia, menjadikan rumah sebagai simbol siri. Menjaga eksistensi siri itu sendiri diyakini harus mulai dari rumah.

Sementara itu, pengamat seni yang juga adalah dosen ISI Surakarta mengatakan, kebersamaan dalam mengusung rumah ini menjadi simbol budaya gotong-royong masih terjaga.

"Kami sangat mengapresiasi karya mahasiswa kami yang mencoba menyesosialisasikan kembali budaya yang sudah hampir punah di kalangan masyarakat," katanya.

Dalam pertunjukan seni tetater itu yang didampingi seniman teater senior Sulsel, Ram Prapanca, sebelum mengusung rumah yang melibatkan sedikitnya 100 orang, baik pekerja seni maupun warga setempat, juga digelar sesi budaya lainnya seperti "sitobo lalang lipa" dan "appano".

(T.S036/M019)

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017