Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan pencegahan terhadap anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golangan Karya Markus Nari ke luar negeri.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan menetapkan anggota Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).

"Terhadap Markus Nari (MN) sejak 30 Mei 2017 dilakukan pencegahan ke luar negeri untuk enam bulan ke depan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

KPK telah menetapkan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).

"KPK menetapkan Markus Nari (MN) anggota DPR periode 2014-2019 sebagai tersangka atas dugaan dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa atau pun para saksi dalam perkara tindak pidana korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Pertama, kata Febri, tersangka Markus Nari (MN) selaku anggota DPR RI periode 2014-2019 diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap tersangka Miryam S Haryani (MSH) dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.

Atas perbuatan tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017