Canberra (ANTARA News) - Ekonom terkemuka Australia, Dr. Hal Hill, mengatakan hasil kajian sementara pihaknya menunjukkan tidak adanya perbedaan besar dalam pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia bagian barat dengan provinsi-provinsi di bagian timur sejak 1970 hingga kini. "Terlepas dari kenyataan bahwa banyak perbedaan antarprovinsi sejak dulu, namun tampak ada pemerataan antara provinsi sejak 1970-an baik dilihat dari segi laju pertumbuhan maupun kenaikan indikator-indikator sosial di hampir setiap provinsi," katanya menjawab ANTARA di Canberra, Selasa. Ditemui seusai memaparkan hasil riset sementaranya bertajuk "Indonesia`s Changing Economic Geography" bersama dua ekonom Sekolah Riset Studi-Studi Pasifik dan Asia (RSPAS) Universitas Nasional Australia (ANU), Yogi Vidyattama dan Budy Resosudarmo, Hill mengemukakan Indonesia bagian timur masih tertinggal dibandingkan wilayah barat karena sejak dulu wilayah timur Indonesia memang lebih miskin. "Indonesia bagian timur masih terbelakang, namun kendati tertinggal dari provinsi lain, boleh dikata (Indonesia bagian timur juga) maju dilihat dari laju pertumbuhan. Tidak juga terlalu banyak perbedaan antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur." "Tetapi oleh karena dari dulu Indonesia bagian timur lebih miskin, laju pertumbuhannya tidak setinggi (wilayah barat), sehingga gapnya makin lama makin besar," katanya. Ekonom ANU yang juga editor utama "Bulletin of Indonesian Economic Studies" ini lebih lanjut mengatakan Provinsi DKI Jakarta tetap merupakan yang termaju dengan besar pendapatan per kapita "sekitar empat kali rata-rata nasional". "Dulu (pendapatan per kapita penduduk Jakarta-red.) mungkin dua kali rata-rata nasional. Kenaikan itu mungkin dikarenakan Jakarta memiliki potensi ekonomi yang lebih kuat dibandingkan daerah-daerah lain, baik dilihat dari segi hubungan internasional melalui pelabuhan laut dan udara maupun sumberdaya manusia dan pekerja dimana yang tamat dari universitas, Jakarta paling besar." "Selain itu, Jakarta juga paling bagus dari segi kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang memiliki nilai tambah yang tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain, seperti perbankan dan sektor jasa modern. Konsentrasi memang besar sekali di Jakarta," katanya. Menjawab pertanyaan tentang dampak sistem desentralisasi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah, penulis buku "The Indonesian Economy since 1966: Southeast Asia`s Emerging Giant" (1999) dan "Indonesia`s Industrial Transformation" (1997) itu mengatakan pihaknya belum menyentuh faktor itu. "Tentang dampak desentralisasi, kita belum tahu karena data tentang desentralisasi baru ada tiga tahun sejak desentralisasi. Kita perlu lebih banyak waktu untuk memeriksa dampaknya," katanya. Namun yang pasti, daerah-daerah di Indonesia yang memiliki hubungan dengan ekonomi global biasanya mengalami kemajuan lebih cepat, seperti dapat dilihat di Provinsi DKI Jakarta, Bali, dan Riau. "Bali misalnya memiliki pertumbuhan ekonomi paling tinggi sejak 1970-an. Demikian juga Kepulauan Riau yang dekat dengan Singapura ...," katanya. Tak ada yang stagnan Sementara itu, Budy P. Resosudarmo, PhD, menjelaskan hasil riset sementara pihaknya juga menunjukkan bahwa tidak ada daerah-daerah (di Tanah Air) yang sejak tahun 1970 sampai sekarang mengalami kemandegan. "Semuanya maju dan pertumbuhan rata-rata terendah pun cuma 1,5 lebih rendah dan yang lebih tinggi juga 1.5 walaupun memang sejak awal ada daerah-daerah yang lebih miskin karena `initial starting`-nya juga rendah seperti Nusa Tenggara," katanya. Menurut Budy, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, wilayah Nusa Tenggara mengalami pertumbuhan rata-rata yang "bagus", kendati sampai 2003 wilayah ini masih masuk daerah miskin, karena sejak awal daerah itu memang relatif miskin. Kendati dilihat dari sejarah bangsa, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh Jawa dan Bali, namun tidak berarti ada pengabaian terhadap daerah-daerah lain, karena seluruh provinsi di Indonesia sejak 1970 sampai sekarang berkembang, katanya. Dalam kajian itu, pihaknya juga melihat adanya beberapa kebijakan pemerintah yang mendorong upaya memajukan pertumbuhan, seperti reformasi ekonomi pemerintah di akhir 1980-an saat harga minyak jatuh, kata Budy. "Reformasi ekonomi itu membantu sekali daerah-daerah di Jawa yang 'labour abundant` (jumlah tenaga kerjanya melimpah)," kata Budy. Pemaparan hasil riset sementara yang berlangsung di ruang "Arndt", gedung Coombs itu dihadiri belasan ekonom dan Indonesianis serta mahasiswa pasca sarjana ANU. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007