Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyarankan pemerintah merevisi regulasi izin impor garam yang dikelompokkan untuk industri dan konsumsi, demi mengatasi kelangkaan garam.

Ketua Umum GAPMMI Adhi Lukman mengatakan Permendag 125/2015 yang mengatur izin impor garam sebaiknya tidak perlu memisahkan antara garam industri dan konsumsi karena justru menyulitkan masuknya garam yang bisa menjadi solusi melonjaknya harga garam.

"Garam yang berasal dari impor kalau untuk industri tidak boleh dijual untuk konsumsi, nantinya akan dianggap menyalahi aturan. Makanya, menurut saya regulasinya direvisi dan disesuaikan dengan business practice. Tidak ada garam konsumsi dan industri," kata Adhi usai menghadiri diskusi di Menara Kadin Jakarta, Kamis 27 Juli.

Adhi menjelaskan impor garam, yang bisa mengatasi kelangkaan sementara atas bahan baku tersebut menjadi terkendala dengan adanya pengelompokkan garam industri dan konsumsi.

PT Garam sebagai satu-satunya BUMN yang mengelola impor garam tidak boleh menjual garam industri untuk konsumsi karena dianggap akan menyalahi regulasi.

Oleh karenanya, GAPMMI merekomendasikan pengelompokkan garam diatur berdasarkan tingkatan kualitasnya, yakni garam dengan "grade 1", "grade 2" dan seterusnya yang menandakan kadar Natrium Chlorida (NaCl) dalam garam. Semakin tinggi kadarnya, kualitas garam tersebut akan semakin bagus dan sesuai dengan yang diinginkan industri.

Menurut dia, produksi garam dalam negeri juga belum bisa memenuhi kebutuhan industri karena kadar NaCl yang harus ada dalam garam lebih dari 97 persen dengan kadar air di bawah 0,5 persen.

"Kalau yang dari petani untuk konsumsi biasanya kadar airnya tinggi sekitar 4-5 persen. Kalau kadar airnya tinggi akan menggumpal, jika dimasukkan di bumbu instan, pasti konsumen tidak mau beli," ungkapnya.

Dengan pengelompokan sesuai kualitasnya, Adhi menilai petani akan berlomba-lomba untuk memproduksi garam dengan "grade 1" untuk industri jika harga jualnya tinggi.

GAPMMI dan asosiasi pengusaha lainnya tengah menunggu keputusan pemerintah yang akan mengubah regulasi ketentuan impor dengan acuan Peraturan Menteri (Permen) Perindustrian Nomor 88 Tahun 2014 untuk diselaraskan ke Permen Perdagangan (Permendag) Nomor 125 Tahun 2015.

Dengan penyelarasan revisi tersebut, konsumen diharapkan tidak terlalu lama mengalami kelangkaan garam akibat intensitas hujan yang tinggi hingga menyebabkan gagal panen pada sejumlah petani garam.

"Besok mudah-mudahan bisa final pertemuannya, karena untuk industri sudah diputuskan bisa impor. Yang saya khawatirkan kalau makin berlarut-larut kasihan konsumen," kata Adhi.

(Baca: Garam langka, ini dampaknya ke industri kulit)

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017