Riyadh (ANTARA News) - Sekelompok pengguna Twitter di Arab Saudi harus menjalani pengadilan atas dakwaan mengganggu ketertiban publik dan mengancam "ideologi moderat yang dianut masyarakat" dengan ekstrimisme, demikian laporan kantor berita SPA.

Jaksa agung di negara tersebut telah memanggil para pengguna Twitter yang didakwa pada Ahad, tulis SPA tanpa menyebutkan nama-nama orang yang terlibat ataupun menjelaskan secara lebih rinci tudingan yang mereka hadapi.

Juru bicara untuk Kementerian Kebudayaan dan Informasi sebelumnya mengatakan bahwa seorang ulama radikal Sunni, Ali al-Rabieei, sudah dirujuk kepada komite "kejahatan publikasi" karena pelanggaran yang tidak dijelaskan.

Para pejabat kementerian tersebut tidak menanggapi permintaan komentar soal apakah Rabieei termasuk dalam kelompok pengguna Twitter yang didakwa itu.

Arab Saudi memang tengah meningkatkan upaya menumpas benih-benih oposisi politik dalam beberapa tahun terakhir.

Negara itu menggunakan undang-undang kejahatan maya baru untuk memenjarakan para pelanggar yang umumnya mengunggah tulisan di sosial media yang dianggap menghina keluarga kerajaan atau mengancam ketertiban publik.

Dalam pernyataan terpisah, jaksa penuntut umum Sheikh Saud bin Abdullah al-Muajab mengatakan bahwa dirinya menghormati kebebasan berpendapat.

Namun di sisi lain dia menegaskan akan tetap menggunakan kewenangannya untuk menghukum mereka yang menyebarkan kebencian, sektarianisme, atau mengeluarkan opini yang menyesatkan publik.

Sementara itu Rabieei sebelumnya diketahui sering mencuit di Twitter yang bernada menentang keberadaan Muslim Syiah, sebuah kelompok minoritas di Arab Saudi yang didominasi oleh Sunni. Dia pernah menyebut bahwa kepercayaan Syiah mengenai kepemimpinan menantu Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, adalah "salah satu tipuan Yahudi."

Dia juga sempat mengeluarkan pernyataan di Twitter yang berisi kepatuhan terhadap undang-undang publikasi "jika aturan tersebut tidak bertentangan dengan Al Quran, Sunnah, atau pernyataan dari ulama senior seperti Bin Baz, Bin Uthaymin atau Dewan Ulama Senior."

Sebagian besar ulama yang digaji negara sudah sejak lama mengajarkan bahwa Syiah adalah kelompok sesat. Pada tahun lalu, mufti agung Saudi, yang merupakan otoritas agama tertinggi, mengatakan bahwa para pemimpin Iran bukan merupakan Muslim.

Akibatnya, kelompok minoritas Muslim Syiah di negara itu sering menjadi korban serangan kelompok bersenjata ISIS sejak 2013. Di tengah situasi itu pemerintah berupaya untuk mencegah ujaran kebencian dan sektarianisme, termasuk di antaranya menangkap para pemuka anti-Syiah yang aktif di media sosial, sebut Reuters.

(Uu.G005/M007) 

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017