Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan lembaganya tidak pernah mengenal istilah "saksi kunci" dalam kaitannya dengan kasus Johannes Marliem yang diketahui meninggal dunia di kediamannya di Los Angeles, AS, Kamis dini hari pekan lalu pukul 02.00 waktu setempat.

Febri menyatakan KPK tidak pernah menyebut istilah itu karena ada 110 saksi yang diperiksa KPK dalam kasus dengan terdakwa Irman dan Sugiharto itu.

"Memang ada saksi-saksi yang memiliki keterangan untuk mengungkap pihak-pihak lain, namun itu juga sudah kami sampaikan di persidangan," kata Febri di Jakarta, Senin.

Mulai hari ini, kata Febri, KPK juga sudah mengajukan Andi Agustinus alias Andi Narogong di persidangan kasus e-KTP.

"Ada sekitar hampir 150 saksi di sana. Dari ratusan saksi itu juga tidak ada Johannes Marliem yang saya amati di sana," kata Febri.

Ia  menegaskan bahwa sampai dengan hari ini terutama pada kasus e-KT dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, Johannes bukan saksi dalam proses ini.

"Belum pernah dihadirkan sama sekali di persidangan," kata Febri.

Febri mengungkapkan KPK belum mengetahui persis informasi Johannes Marliem yang mempunyai rekaman proses pembahasan proyek e-KTP, termasuk dengan Ketua DPR RI Setya Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar yang totalnya ratusan gigabyte (GB).

"Yang pasti bukti-bukti yang dimiliki KPK saat ini bagi kami meyakinkan. Hal itu juga terbukti di Pengadilan Tipikor ketika hakim di tingkat pertama sudah menyatakan Irman dan Sugiharto bersalah dan memang terbukti ada korupsi KTP-e dengan indikasi kerugian negara Rp2,3 triliun," kata Febri.

Johannes adalah direktur Biomorf Lone LCC, Amerika Serikat, perusahaan penyedia layanan teknologi biometrik.

Dia diduga memiliki bukti rekaman proses pembahasan anggaran proyek pengadaan e-KTP, termasuk dengan Ketua DPR RI Setya Novanto yang saat itu menjabat ketua Fraksi Partai Golkar.

Dalam dakwaan penuntut umum KPK dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, Johanes disebut menerima 14,88 juta dolar AS dan Rp25,24 miliar dalam proyek senilai Rp5,95 triliun itu.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017