Bukan ditarik ke proses politik. KPK menghormati hasil dari proses hukum tersebut ..."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan pengadilan berupa Putusan Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi terkait penyerahan uang Rp100 juta kepada mantan hakim Syarifuddin Umar yang divonis empat tahun penjara dan denda dalam kasus suap.

"Penyerahan uang Rp100 juta kepada Syarifuddin merupakan pelaksanaan putusan perdata, yaitu Putusan MA di tingkat Kasasi, yaitu Put Nomor 2580 K/Pdt/2013 tanggal 13 Maret 2014 dan Peninjauan Kembali, yaitu Put Nomor 597 PK/Pdt/2015 tanggal 24 Februari 2016. KPK tentu wajib menghormati putusan pengadilan tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan bahwa jika dicermati, maka sejak awal kasus itu bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di awal Juni 2011.

"Kami menangkap tangan transaksi suap antara seorang kurator dan hakim. Operasi tangkap tangan tersebut justru berhasil hingga terdakwa dijatuhi vonis empat tahun penjara dan denda Rp150 juta serta Rp250 juta yang merupakan bukti suap dirampas untuk negara," tuturnya.

Namun, menurut dia, terdapat perbedaan pendapat terkait bukti lain yang disita saat OTT tersebut sehingga pihak terdakwa mengajukan gugatan perdata.

"Proses hukum tersebut tentu kami hadapi semaksimal mungkin. KPK berpandangan seharusnya upaya hukum terhadap penggeledahan atau pun penyitaan adalah di praperadilan bukan perdata. Namun, hakim berpandangan berbeda, dan sebagai penegak hukum tentu kami wajib menghormati putusan pengadilan," katanya.

Untuk melaksanakan putusan pada perkara pokok berupa pidana korupsi atau suap, Febri mengemukakan, KPK juga sudah mengembalikan sejumlah barang bukti yang pernah disita melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pasca-vonis peninjauan kembali (PK) di MA.

"KPK telah menitipkan Rp100 juta tersebut di Pengadilan Negeri Jaksel pada Desember 2016 setelah MA menjatuhkan vonis di tingkat PK. Hari ini dilakukan penyerahan terhadap yang bersangkutan," ucapnya.

Ia menyatakan bahwa proses tersebut dapat menjadi pelajaran agar keberatan dari proses hukum diselesaikan melalui jalur hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Bukan ditarik ke proses politik. KPK menghormati hasil dari proses hukum tersebut, meskipun sejak awal terdapat perbedaan pandangan terkait materi perkara," demikian Febri Diansyah.

Syarifuddin mengajukan gugatan praperadilan karena KPK menyita uang pribadinya dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS), dolar Singapura, yen Jepang dan baht Thailand senilai sekira Rp2 miliar, serta barang-barang pribadi termasuk laptop dan telepon selular (ponsel).

PN Jaksel yang memutuskan perkara praperadilan itu mewajibkan KPK membayar ganti rugi Rp100 juta dan mengembalikan uang Rp2 miliar milik penggugat yang sempat disita KPK.

Pada 2012 Syarifuddin dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia (PT SCI) Puguh Wirawan saat menangani perkara kepailitan.

(Baca juga: Pansus angket KPK terima mantan hakim Syarifuddin Umar siang ini)

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017