Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, bergerak menguat sebesar 128 poin menjadi Rp13.182 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.310 per dolar Amerika Serikat (AS).

Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, Jumat mengatakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) dinilai pelaku pasar masih kesulitan untuk menaikan suku bunga acuannya menyusul laju inflasi yang cenderung melambat, menjadi salah satu faktor utama yang menekan dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.

"Mata uang regional seperti baht Thailand, ringgit Malaysia, dan dolar Singapura juga mengalami apresiasi terhadap dolar AS," ujarnya.

Di sisi lain, lanjut dia, kabar mengenai Wakil Gubernur The Fed, Stanley Fischer yang mengundurkan diri turut memberi dampak negatif bagi dolar AS. Apalagi, kondisi politik di Amerika Serikat juga relatif belum cukup kondusif.

"Situasi itu membuat pelaku pasar memperkirakan laju ekonomi Amerika Serikat akan melambat. Faktor ketidakyakinan investor, terutama investor dari luar Amerika Serikat terhadap Presiden AS Donald Trump juga turut menekan dolar AS," katanya.

Dari dalam negeri, lanjut dia, cadangan devisa Indonesia periode Agustus 2017 yang diproyeksikan kembali mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya, turut membantu rupiah bergerak di area positif.

Research Analyst FXTM, Lukman Otunuga menambahkan bahwa ketidakstabilan politik di Amerika Serikat dan menipisnya ekspektasi kenaikan suku bunga menjadi faktor utama yang membebani mata uang dolar AS.

"Komentar dovish dari salah satu pejabat The Fed, Lael Brainard juga memperburuk fluktuasi dolar AS sehingga membuat investor mengevaluasi kembali aset berdenominasi dolar AS," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat ini (8/9) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.284 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.331 per dolar AS.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017