Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa sore, bergerak menguat sebesar 23 poin menjadi Rp13.495 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.518 per dolar Amerika Serikat (AS).

Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra, di Jakarta, Selasa, mengatakan, ketegangan geopolitik di semenanjung Korea masih menjadi salah satu perhatian pelaku pasar uang, masih memanasnya keadaan di kawasan itu membuat permintaan aset haven seperti logam mulia meningkat dan menekan dolar Amerika Serikat.

"Di tengah risiko geopolitik itu, pelaku pasar khawatir dapat berdampak pada ekonomi di kawasan Asia. Di tengah kekhawatiran itu, emas dapat menjadi alat lindung nilai," katanya.

Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak mentah dunia yang menguat juga turut menjadi faktor yang mendorong mata uang berbasis komoditas meningkat. Terpantau harga minyak jenis WTI Crude menguat 0,75 persen menjadi 49,95 dolar AS per barel, dan Brent Crude naik 0,73 persen menjadi 56,20 dolar AS per barel.

"Sentimen OPEC yang akan memperpanjang waktu kesepakatan pembatasan produksi menjaga harga minyak mentah dunia," katanya.

Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan bahwa data cadangan devisa Indonesia pada September yang meningkat masih menjadi salah satu faktor yang menjaga pergerakan rupiah terhadap dolar AS.

Bank Indonesia mencatat, posisi cadangan devisa Indonesia akhir September 2017 sebesar 129,4 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Agustus 2017 yang senilai 128,8 miliar dolar AS.

"Cadangan devisa yang meningkat akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan serta meredakan kekhawatiran pasar terhadap sentimen eksternal," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia, Selasa (10/10), mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.491 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.504 per dolar Amerika Serikat.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017