Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan DPR masih belum mengizinkan KPK melakukan penggeledahan terhadap ruang anggota Komisi IV DPR dan untuk menyelesaikan perbedaan sikap dengan KPK, maka pimpinan DPR akan menemui pimpinan lembaga tersebut. Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat, mengemukakan, pertemuan direncanakan pekan depan. Pertemuan dilakukan untuk menyamakan persepsi mengenai prosedur penegakan hukum. Agung menegaskan, pertemuan itu bukan upaya intervensi DPR terhadap langkah KPK dalam mengusut kasus dugaan pidana yang dilakukan anggota DPR, khususnya terkait pengungkapan kasus suap yang melibatkan anggota DPR, AN, dalam kasus alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (Kepri). Pemahaman persepsi mengenai prosedur dinilai Agung penting karena DPR sebagai lembaga negara harus dihormati. Karena itu, penolakan penggeledahan itu bukan merupakan langkah menghalangi KPK karena sebagai sesama lembaga negara, maka hubungan yang harmonis harus tetap dijaga. Menurut Agung, langkah KPK yang akan melakukan penggeledahan terhadap ruang kerja Anggota DPR memiliki alasan kuat, tetapi proses penegakan hukum hendaknya memperhatikan prosedur. Prosedur penggeledahn yang dinilai belum dipenuhi KPK itu menimbulkan kesan "grusa-grusu" (terburu-buru) dan mengesankan seolah-olah anggota DPR seperti penjahat. DPR memutuskan belum bisa mengizinkan KPK melakukan penggeledahan terhadap tujuh ruangan anggota Komisi IV DPR. Keputusan tersebut diambil dalam pertemuan pimpinan DPR, Badan Kehormatan (BK) DPR, Komisi III DPR, serta pimpinan fraksi-fraksi DPR di ruang rapat pimpinan DPR di lantai tiga Gedung Nusantara III DPR Jakarta, Kamis (24/4) petang. "Rapat mendukung dan membenarkan tindakan Ketua DPR yang tidak mengizinkan KPK melakukan penggeledahan," kata Ketua BK DPR, Irsyad Sudiro. DPR juga menjamin tidak akan ada penghilangan barang bukti terkait belum diizinkannya KPK melakukan penggeledahan sejumlah ruang kerja anggota Komisi IV DPR. Selanjutnya, DPR menugaskan Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum untuk mengkaji masalah tersebut dan melakukan komunikasi dengan KPK terkait masalah itu serta menyamakan persepsi dalam masalah pemberantasan korupsi. "DPR tetap komitmen mendukung pemberantasan korupsi di segala bidang. Jadi, keputusan DPR ini tidak berarti menghalang-halangi tindakan atas nama hukum untuk memberantas korupsi, sama sekali tidak," tegas Irsyad. Namun, masalahnya adalah persoalan etika dan prosedur hukum yang harus tetap dijaga. "BK DPR berkewajiban menjaga etika. Adanya usaha penggeledahan ruang kerja anggota DPR saat reses dan tidak ada konsultasi yang menyangkut etika antarlembaga, ini yang perlu dijaga," katanya lalu menambahkan bahwa belum diizinkannya penggeledahan oleh KPK itu dengan mempertimbangkan KUHP, UU Susduk, maupun UU KPK. "Secara institusional perlu dipatuhi segi etika dan prosedur hukum penggeledahan. Jadi, tidak bisa begitu saja hari ini mau digeledah, lalu kunci ruangan dibuka," katanya. Wakil Ketua BK DPR, Gayus Lumbuun mengatakan, meski KPK memiliki sejumlah kewenangan yang bisa mengesampingkan UU, namun sesuai Pasal 46 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, maka pemeriksaan oleh KPK dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka. "Ini masalah etika. Artinya, hak-hak itu terkait masalah politik, melindungi dokumen-dokumen politik yang bersifat rahasia. Kecuali, penggeledahan itu dilakukan di rumah pribadi anggota DPR," kata Gayus Lumbuun . KPK telah meminta izin kepada Ketua DPR untuk melakukan penggeledahan terhadap tujuh ruang Komisi IV DPR yang terdiri dari enam ruang anggota komisi dan satu ruang sekretariat komisi. (*)

Copyright © ANTARA 2008