Oleh Chaidar Abdullah Jakarta (ANTARA News) - Salah satu kancah pertempuran yang terlupakan dalam "perang melawan teror" Presiden Amerika Serikat (AS), George W. Bush, di Somalia, tiba-tiba menarik perhatian dunia pada 1 Mei 2008. Somalia kembali ke permukaan dengan pengumuman serangan rudal menjelang fajar oleh AS yang menewaskan pemimpin milisi Aden Hashi Ayro dan tak kurang dari 30 orang lagi di kota kecil Dusamareb. Para pejabat AS berpendapat, Ayro merupakan tokoh penting Al-Qaeda di Afrika Timur. Sulit membuktikan kebenaran pernyataan AS tersebut, tapi kematiannya dipastikan akan menyulut konflik yang memang sedang berlangsung di negara itu, yang baru-baru ini digambarkan oleh Oxfam sebagai krisis kemanusiaan terburuk di Afrika. Ayro dilaporkan merupakan komandan militer Ash-Shabaab "sayap militer" bekas faksi Uni Pengadilan Islam (UIC). Mukhtar Robow Adumansur, juru bicara Ash-Shabaab, dilaporkan berkata, "Benar bahwa pesawat-pesawat kafir membom Dusamareb. Ini adalah serangan tanpa sebab." Wartawan Al-Jazeera Mohammed Adow mengatakan, Ayro adalah tokoh penting bagi gerakan Ash-Shabaab di Somalia. "Aden Hashi Ayro, yang berusia awal 30-an tahun, telah menjadi otak gerakan Ash-Shabaab (dan menjadi) penggerak dalam berbagai perang yang telah dilancarkan Ash-Shabaab melawan tentara pemerintah Somalia dan Ethiopia di Mogadishu serta di luar ibukota Somalia," kata Adow, sebagaimana dikutip kantor berita asing. Ayro, sebagai anggota salah satu faksi paling tangguhg di Mogadishu, sangat penting dalam memberi pengaruh bagi gerakan tersebut. Ayro dilaporkan dilatih di Afghanistan sebagai seorang pejuang suci ,dan belakangan bekerjasama dengan faksi santri Taliban sebelum Afghanistan diserang pasukan AS. Ia kemudian pulang ke Somalia untuk mendirikan Ash-Shabaab sebagai sayap militer pengadilan Syari`ah, yang pernah mengalahkan para gembong perang Somalia dan menguasai sebagian besar negeri itu yang sejak tahun 1990-an tak memiliki pemerintah pusat. Tetapi, faksi tersebut, seperti faksi Taliban di Afghanistan, terusir dari Mogadishu pada penghujung 2006 oleh kekuatan yang besar, tentara Ethiopia yang dikirim untuk membantu pemerintah Somalia, yang sebelumnya justru tak mampu merebut Mogadishu dari anak buah gembong perang. Ash-Shabaab memisahkan diri dari Pengadilan Islam, ketika pendukung pengadilan tersebut memasuki dialog dengan pemerintah baru Somalia. Faksi sempalan itu terlibat pertempuran melawan pasukan pemerintah dan sekutu Ethiopianya sejak awal 2007. Kedua organisasi tersebut dimasukkan ke dalam daftar "organisasi teroris" AS. Kelompok pejuang bersenjata telah meningkatkan serangan mereka terhadap berbagai kota kecil dalam beberapa bulan belakangan, biasanya dengan mendudukinya selama beberapa jam lalu mundur dengan membawa senjata rampasan. Sementara itu, militer AS telah meningkatkan serangan terhadap bermacam sasaran di Somalia dalam satu tahun terakhir. Mereka menembakkan satu rudal ke lokasi yang diduga sebagai sasaran Al-Qaeda di Somalia selatan pada Maret. Dalam tulisanya di Information Clearing House, Matthew Carr menyatakan, sebagian kerusuhan yang saat ini merongrong Somalia adalah konsekuensi langsung dari petualangan militer sembrono pemerintah Presiden Bush. Konflik saat ini di negara Afrika Timur tersebut berpangkal saat Natal 2006, ketika pemimpin Ethiopia Meles Zenawi menyerbu Somalia untuk menggulingkan gerakan akar rumput Islam, Uni Pengadilan Islam (UIC). Selama enam bulan menguasai bagian selatan negeri itu, UIC diberitakan mendapat pujian dari kalangan penduduk Somalia, yang sudah jenuh menghadapi perang dan siap menerima penafsiran kerasnya mengenai Hukum Syari`ah, sebagai imbalan bagi kebebasan untuk lalu-lalang di jalan tanpa ada perampokan, penembakan atau bahkan perkosaan oleh anggota milisi gembong perang. Itu adalah masa yang dipandang banyak pengulas sebagai awal pemerintahan yang sesungguhnya setelah hampir dua dasawarsa perang saudara tak kenal ampun. Namun, rejim Zenawi di negara tetangga Somalia, Ethiopia, tak memandang kemenangan kubu UIC dengan penuh antusias. Pemerintah Bush pun bertindak serupa. AS malah memandang kubu Pengadilan Islam sebagai cikal-bakal faksi macam Taliban di Afghanistan dan menuduh para pemimpinnya "menampung sebanyak setengah lusin" petinggi Al-Qaeda dan sejumlah agennya. UIC membantah semua tuduhan tersebut dan mengulurkan tangan perdamaian ke Barat, tapi semua itu tak disambut. Pemerintah AS pimpinan Bush malah memberi apa yang oleh seorang pejabat AS disebut sebagai "lampu kuning-hijau" bagi serbuan yang dilakukan oleh rejim Zenawi sebagai "perang melawan terornya sendiri". Carr menyatakan, dari pangkalannya di Kenya dan Djibouti, Komando Afrika --yang baru diciptakan oleh dinas pertahanan AS Pentagon-- juga menyediakan dukungan militer bagi serbuan itu, dan bentuk pasukan khusus dan helikopter. Pada Januari 2007, helikopter bermeriam AS dilaporkan melancarkan serangan "mencuci dan membilas" terhadap pengungsi yang menyelamatkan diri di dekat perbatasan Kenya, karena pengungsi tersebut diduga meliputi anggota Al-Qaeda. Korban jiwa utama dari serangan itu dilaporkan adalah warga berpindah dan hewan peliharaan mereka. Belakangan kubu UIC tampaknya tersingkir dari kekuasaan dan Ethiopia mendirikan pemerintah boneka, yang dipimpin oleh gembong perang Abdullahi Yusuf. Sejak itu perlawanan terhadap pendudukan Ethiopia telah merebak dan Somalia kembali terperosok ke dalam lingkaran kerusuhan yang lebih dalam. Lebih satu juta orang diberitakan kehilangan tempat tinggal, ribuan orang tewas dan pasokan pangan negeri tersebut --yang memang rapuh-- sekali lagi menghadapi ancaman bahaya. Kini kematian Ayro justru mencuatkan ikrar balas-dendam dari Ash-Shabaab, yang memperingatkan orang AS, agar tak menginjakkan kaki di negara Afrika itu. (*)

Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008