Jakarta, (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) akan melanjutkan kebijakan moneter untuk mengendalikan tekanan permintaan serta meredam ekspektasi inflasi yang tinggi sehingga inflasi dapat kembali ke tingkat yang rendah dalam jangka menengah dan panjang. "BI memasuki era `tightening` (pengetatan), masa honey moon (bulan madu) suku bunga sudah berakhir," kata Deputi Gubernur BI Budi Mulia dalam pertemuan dengan redaktur dan redaktur pelaksana sejumlah media massa awal pekan ini di Jakarta. BI mulai menempuh kebijakan pengetatan moneter pada awal Mei 2008 ini dengan menaikkan bunga acuannya BI Rate sebesar 25 basis poin dari 8,00 persen menjadi 8,25 persen. Pengendalian inflasi melalui BI rate akan ditunjang dengan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengurangi tekanan "imported inflation" sekaligus mengendalikan ekspektasi inflasi masyarakat. "Sementara dari sisi pengelolaan likuiditas akan tetap dijaga dalam jumlah cukup namun tidak berlebih sehingga tetap memberi ruang bagi perbankan untuk memfasilitasi ekspansi usaha. Jadi kemungkinan tidak ada perubahan kebijakan giro wajib minimum (GWM)," kata Budi Mulia. Menurut dia, lonjakan inflasi sejak awal 2008 merupakan fenomena global yang terjadi secara merata di seluruh negara. Inflasi di negara maju, seperti AS, Inggris, UE, naik di atas level 3,0 persen yang merupakan level relatif tinggi bagi kelompok negara itu. Negara-negara kawasan Asia seperti China, India, Malaysia, Thailand, dan Filipina juga tidak lepas dari lonjakan inflasi. Inflasi di negara-negara itu melonjak melampaui level historis berada di kisaran 5-10 persen. Bahkan di Vietnam naik hingga 21 persen pada April 2008. "Demikian juga di Indonesia, inflasi Januari-Mei melonjak antara 7,4 sampai 8,9 persen dibanding 2006 dan 2007 yang berada pada 6,6 persen," kata Budi. Tingginya tekanan inflasi sangat berhubungan erat dengan kenaikan harga komoditas dunia khususnya harga minyak dan bahan pangan. Kenaikan harga komoditas primer bahkan dikhawatirkan akan menimbulkan dampak lanjutan pada kenaikan harga jenis barang lainnya, menyusul meningkatnya tekanan biaya. BI memperkirakan inflasi Indonesia pada 2008 dapat berada di atas 9,0 persen bahkan lebih tinggi ketika kenaikan harga BBM diberlakukan tahun 2008. Menurut Budi Mulia, dengan berbagai kondisi itu, penyesuaian kembali atas strategi kebijakan menjadi suatu keharusan untuk menjamin berlangsungnya pembangunan ekonomi yang sehat dan berkesinambungan. "Berbagai langkah dari sisi moneter dan fiskal diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan pelaku ekonomi baik domestik maupun asing, atas prospek perekonomian Indonesia," kata Budi Mulia.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008