Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) diharapkan tidak mengeluarkan kebijakan uang ketat untuk memperkuat ketahanan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di tengah harga minyak dunia yang meningkat. "Kami berharap Boediono sebagai Gubernur BI yang baru tidak menerapkan pengetatan moneter yang ekstrim," kata Ketua Komite Tetap Bidang Moneter dan Fiskal Kadin Indonesia, Bambang Soesatyo, di Jakarta, Kamis. Ia mengharapkan Boediono melahirkan kebijakan moneter yang responsif untuk pemulihan sektor riil dan pemberdayaan UMKM yang juga menjadi agenda strategis menjaga stabilitas ekonomi nasional. Kebijakan ekstrim Boediono sulitkan dunia usaha "Kadin yakin pengendalian inflasi menjadi fokus Boediono, karena ia sudah memastikan hal itu saat menjalani tes kepantasan dan kelayakan. Namun, kami berharap Boediono tidak menerapkan kebijakan uang yang ekstrim, karena akan menyulitkan pertumbuhan dunia usaha," katanya. Sebaliknya, lanjut Bambang, pihaknya berharap Boediono merealisasikan target kebijakannya semasa menjabat Menko Perekonomian, yang tertuang dalam Inpres Nomor 6/2007. Dalam Inpres itu, Boediono merancang 141 rencana tindak pemulihan sektor riil dan UMKM "Pak Boediono tahu sudah seberapa jauh progres dari semua rencana tindak itu. Sayang, belum ada tanda-tanda sektor riil dan UMKM bergerak. Ini tercermin dari rendahnya daya serap kredit sepanjang 2007," katanya. Pada 2007 ada ekspansi kredit mencapai Rp143,9 triliun, tapi juga ada "undisbursed loan (Kredit yang disetujui tapi tidak dipakai) sebesar sekitar Rp198 triliun. Hal itu menunjukkan masih sangat besarnya kapasitas perbankan yang tidak dipakai oleh sektor riil. "Kalaupun Boediono tidak bisa menghindar dari pengetatan moneter, agenda pemulihan sektor riil dan pemberdayaan UMKM harus tetap direalisasikan. Keduanya telah menjadi bagian dari sendi-sendi ketahanan dan stabilitas ekonomi nasional," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008