Oleh Risbiani Fardaniah Jakarta (ANTARA News) - Kendaraan bermotor masuk dalam jajaran kontributor terbesar pencemaran udara, terutama di kota-kota besar yang memiliki menu harian utama berupa kemacetan. Di tengah kemacetan, putaran mesin kendaraan bermotor tidak pernah berhenti menghasilkan gas karbondioksida (CO2) yang mengikat oksigen sehingga mengurangi kualitas udara. Situasi akan semakin memburuk, karena permintaan kendaraan bermotor, khususnya mobil, terus meningkat setiap tahunnya, terutama di negara-negara berkembang. Saat ini jumlah kepemilikan mobil di dunia mencapai sekitar 900 juta unit. Data Asosiasi Industri Otomotif Jepang (JAMA) yang diolah Toyota Motors Corporation (TMC) menunjukkan setiap lima tahun terjadi pertambahan jumlah kepemilikan mobil sekitar 100 juta unit. Oleh karena itu diperkirakan pada 2010 jumlah kepemilikan mobil di dunia akan menembus angka satu miliar unit dan pada 2020 mencapai sekitar 1,5 miliar unit. Peningkatan jumlah kendaraan tersebut, bila tidak diantisipasi dengan teknologi yang mampu menekan emisi gas buang CO2 akan berdampak buruk bagi lingkungan yang memicu percepatan pemanasan global. Dalam Forum Lingkungan yang diselanggaran TMC, di Tokyo, Jepang, pekan lalu, Chairman Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) DR Rajendra Kumar Pachauri menegaskan bahwa saat ini dunia menghadapi iklim yang berubah sangat cepat akibat kegiatan manusia. IPCC memperkirakan pada abad 21 ini akan terjadi peningkatan suhu udara di bumi sebesar 1,8 derajat celcius sampai empat derajat celcius. Peningkatan suhu udara di bumi itu juga menekan hasil produk pertanian, yang menjadi andalan komoditas negari-negeri agraris, termasuk Indonesia dan Jepang. Oleh karena itu, ia mengharapkan peranan kalangan industri, terutama otomotif, untuk berperan dalam menekan laju pemanasan global. Ia meyakini sebuah organisasi atau perusahaan dapat sukses secara finasial dengan mengutamakan perlindungan terhadap kelestarian lingkungan. Hibrid Pesan itu ditanggapi sebagian besar pemain otomotif dunia antara lain dengan mengembangkan mobil berteknologi hibrid yang menggunakan dua motor yaitu motor listrik dan motor bensin. Dengan teknologi tersebut, penggunaan bahan bakar minyak menjadi jauh lebih efisien dan hemat, serta emisi gas buang CO2nya jauh lebih rendah dibandingkan mobil biasa dengan satu mesin bensin. Saat ini Toyota menjadi memimpin dalam perolehan penjualan maupun pengembangan mobil hibrid. Sejak meluncurkan mobil hibrid pertama, yaitu Toyota Prius pada 1997 di Amerika Serikat sampai Mei 2008, TMC telah menjual sekitar 1,5 juta mobil hibrid dari berbagai model di seluruh dunia. Toyota mengklaim dengan penjualan 1,5 juta unit mobil hibrid, perusahaan tersebut telah memberi kontribusi pada pengurangan emisi gas buang CO2 sebanyak 7 juta ton dan membantu penghematan konsumsi bbm sampai 2,7 juta kiloliter. Teknologi hibrid tersebut saat ini telah digunakan TMC untuk sembilan model mobil di antaranya Estima, Crown, Alphard, Dyna, Harrier, Highlinder, Lexus GS450h, dan Camry, di samping Prius. Mobil hibrid tersebut masih bersifat pilihan, karena sampai sekarang TMC masih memproduksi berbagai model mobil dengan satu mesin berbahan bakar minyak yang juga terus ditingkatkan efisiensi penggunaan bbmnya serta emisi gas buangnya. Harga mobil hibrid sampai saat ini diakui manajemen TMC masih lebih tinggi atau bisa dua kali lebih mahal dari mobil biasa. Selain Toyota, sejumlah produsen otomotif lain juga menggunakan teknologi hibrid pada sejumlah model mobil mereka, antara lain Honda, BMW, dan General Motors (GM). Namun penjualan mobil hibrid terbesar di dunia masih dipegang TMC. Tidak puas menjadi pemimpin pasar mobil hibrid saat ini, TMC terus mengembangkan teknologi hibrid dengan memperbesar kapasitas baterai untuk menyimpan energi listrik, dan mengombinasikannya dengan terus mengembangkan sumber energi alternatif untuk bahan bakar mobil tersebut. Bahkan rencananya, pada 2010 TMC akan meluncurkan mobil hibrid "plug-in" yang dapat diisi ulang dengan menggunakan energi listrik yang berasal dari stopkontak listrik di rumah. Mobil hibrid "plug-in" tersebut semakin efektif dalam menghemat penggunaan bbm ketika pembangkit listrik tidak lagi menggunakan bbm, tapi energi terbarukan seperti panel surya. "Kami akan bekerja keras agar teknologi hibrid bisa digunakan pada semua model kendaraan (Toyota) pada 2020-an." ujar Presdir TMC Katsuaki Watanabe pada Forum Lingkungan di Tokyo, yang dihadiri sekitar 350 wartawan dari berbagai negara. Ia menargetkan pada 2010-an penjualan mobil hibrid Toyota bisa menembus satu juta unit per tahun di seluruh dunia. Keragaman Energi Watanabe nampaknya sadar betul hanya dengan terus mengembangkan teknologi kendaraan bermotor yang ramah lingkungan, perusahaannya bisa bertahan dan memimpin pasar. Watanabe menegaskan pihaknya akan berperan aktif dalam upaya dunia menekan laju pemanasan global dengan memfokuskan kegiatan pada tiga hal yaitu riset dan pengembangan, manufaktur, dan kontribusi sosial. "Kami di Toyota juga memiliki rasa krisis (pemanasan global) dan sangat sadar tanpa fokus pada masalah energi dan pemanasan global, tidak akan ada masa depan bagi kendaraan bermotor," ujarnya. Saat ini Toyota menjadi pemain utama otomotif dunia dengan produksi mobil tahun lalu mencapai 8,53 juta unit dari 53 pabriknya di 27 negara. Jumlah itu meningkat 170 persen dibandingkan tahun 1990 yang mencapai 4,89 juta unit. Untuk tetap mempertahankan posisi sebagai pemain dunia dan mencapai target penjualan mobil hibrid satu juta unit per tahun pada tahun 2010-an, serta berbasis komitmen yang tinggi pada lingkungan itu, terus mengembangkan teknologi kendaraannya agar mampu mengurangi emisi gas buang CO2 dan irit konsumsi bbm. Pada saat ini menurut Wakil Presdir TMC Masatami Takimoto, pihaknya tengah mengembangkan teknologi hibrid yang dipadu dengan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. "Kami menyadari adanya keterbatasan kemampuan untuk menekan emisi gas buang CO2 hanya dengan hibrid semata," katanya. Oleh karena itu, TMC mengembangkan energi alternatif yang dinilainya layak untuk dipadukan dengan teknologi hibrid yaitu bahan bakar nabati (bio-fuel), listrik, dan hidrogen. Diperkirakan pada tahun 2050 energi penggerak otomotif akan beralih kepada tiga bahan bakar alternatif tersebut dan TMC sejak dini mengembangkan teknologi mesin berbasis biofuel melalui Flexible Fuel Vehicle (FFV), listrik melalui Plug-in Hybrid Vehicles (PHV) dan Electric Vehicle (EV), serta berbasis hidrogen melalui Fuel Cell Hybrid Vehicle (FCHV). Hasilnya, pada 2006 semua mobil yang dijual TMC didunia telah mampu mengadapsi pemakaian bahan bakar yang mengandung etanol (E10) dan pada Mei 2007 TMC memperkenalkan Toyota Corolla di Brasil yang bisa berjalan dengan bahan bakar etanol 100 persen (E100). Selain itu, pada tahun ini juga TMC akan memperkenalkan Toyota Tundra dan Sequoia yang dapat berjalan dengan bahan bakar etanol 85 persen (E85) di Amerika Utara. "Dengan mengkombinasikan teknologi PHV menggunakan panel surya sebagai sumber energi dan FFV yang menggunakan etanol sebagai sumber energi, maka Toyota dapat secara efektif mengurangi emisi gas buang CO2 bahkan sampai nol," ujar Predir TMC Katsuaki Watanabe meyakinkan. Pengembangan teknologi hibrid yang ekspansif oleh TMC tersebut, nampaknya masih jauh akan menyentuh daratan Indonesia. Saat ini melalui PT Toyota Astra Motor (TAM) yang menjadi Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM)-nya, TMC baru memperkenalkan mobil hibrid yaitu Prius, secara terbatas, untuk kalangan peneliti, pemerintah, dan pencinta lingkungan. Direktur Pemasaran TAM Joko Trisanyoto mengatakan harga mobil hibrid yang masih tinggi menjadi salah satu kendala pemasaran di Indonesia. Ia mengatakan pertumbuhan volume permintaan mobil hibrid di sejumlah negara maju ditopang kebijakan pemerintah mereka, seperti insentif pajak. "Di Indonesia, kami belum melihat pengembangan mobil ramah lingkungan, seperti hibrid, sebagai prioritas utama," ujarnya. Kendati demikian, TAM berencana menjual Prius secara terbatas kepada konsumen yang berminat mulai tahun depan.(*)

Oleh
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008