Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah belum bisa menentukan jumlah kebutuhan tenaga teknologi informasi (TI) untuk memenuhi kebutuhan industri kreatif dan industri telematika di Indonesia. "Kita belum bisa menentukan jumlah kebutuhan tenaga TI karena belum bisa mengidentifikasi berapa tingkat kebutuhannya," kata Dirjen Aplikasi Telematika (Aptel) Cahyana Ahmadjayadi dalam jumpa pers penandatangan kerja sama pembentukan Career Education in IBM Software (CEIS) antara IBM dan Universitas Pelita Harapan (UPH) di kampus UPH, Karawaci, Banten, Jumat. Cahyana mengatakan pihaknya belum bisa mengidentifikasi tingkat kebutuhan tenaga TI di Indonesia karena industri TI dan industri kreatif berkembang sangat pesat. Menurut dia, paling tidak saat ini sudah ada 600 perusahaan pengembang piranti lunak yang pasti butuh banyak tenaga ahli. "Pada pemerintah, paling tidak dibutuhkan 2 tenaga ahli dikalikan 273 jumlah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Tiap kabupaten dan kota butuh minimal dua tenaga ahli TI. Itu belum pemerintah pusat, dan departemen-departemen," katanya. Pemerintah juga mengeluarkan Telematika Outlook tentang perkembangan industri telematika di Indonesia tiap tahunnya. Dalam kesempatan tersebut, Cahyana mengungkapkan data bahwa tingkat kebutuhan tenaga TI di Malaysia sebanyak 15 ribu per tahun, Korea sebanyak 50 ribu per tahun, Hongkong 1.000 per tahun dan Thailand 800 orang per tahun. Dia mengatakan pemerintah telah mengeluarkan peta jalan (blue print) telematika Indonesia sehingga dapat menghitung jumlah piranti lunak komputer. Dalam kesempatan tersebut Presiden Direktur, IBM Indonesia, Suryo Suwignjo mengatakan industri Ti di Indonesia akan tumbuh 12 - 15 persen pada 2008. "Maka kebutuhan tenaga TI akan mengikuti rasio tersebut," katanya. Suryo melihat adanya kendala dalam penyediaan SDM tenaga TI di Indonesia antara lain ketidaktepatan kurikulum pendidikan telematika dengan tingkat perkembangan teknologi tersebut yang mengakibatkan `mismatch` kebutuhan dengan lulusan tenaga TI. Kendala lainnya, menurutnya, tidak ditemukannya tenaga pengajar TI yang piawai atau mumpuni untuk mengajar di sekolah dan perguruan tinggi. "Ahli-ahli TI itu mengalami godaan apakah akan mengajar dengan penghasilan kecil atau bekerja di industri TI dengan gaji yang besar," katanya. Program CEIS IBM dan UPH bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan kecakapan yang dibutuhkan di dunia kerja abad ke-21. Inisiatif ini akan membantu mahasiswa mengembangkan kecakapan di bidang TI (Teknologi Informasi) yang dibutuhkan lapangan kerja dan berbagai profesi yang semakin luas di seluruh dunia. CEIS merupakan program pendidikan perangkat lunak komprehensif yang dirancang oleh profesional-profesional TI untuk mahasiswa atau profesional agar mereka dapat meningkatkan kecakapan dan pengetahuan mereka guna meraih sukses di industri yang dinamis ini.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008