Mataram (ANTARA) - Koordinator Jemaah Ahmadiayah Nusa Tenggara Barat, Syaiful U`yun mengakui, warganya yang sejak 29 bulan lebih mengungsi di Transito Mataram terpaksa harus berpasrah diri atas tindakan petugas PDAM Giri Menang Mataram yang memutus paksa aliran air bersih sejak tiga tahun lalu. "Pemutusan air bersih tersebut merupakan yang ketiga kalinya, dan tidak diketahui alasan mengapa pemutusan tersebut dilakukan, sementara rutusan jiwa pengungsi sangat membutuhkan air bersih, terlebih dimusim kemarau sekarang ini," katanya kepada wartawan di Mataram, Jumat. Dikatakan, meskipun pihaknya sangat kecewa dengan tindakan pemutusan air bersih tersebut, namun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya pasrah. "Berserah hanya kepada Allah," katanya. Sebab pendzoliman dengan pemutusan air bersih oleh PDAM tersebut sudah terlalu sering dialami warga Ahmadiyah selama ini, yang membuat pihaknya kian tabah. Sebab bukan hanya air bersih saja yang dicoba diputuskan ke tempat pengungsian, dalam banyak hal warga Ahmadiyah di daerah ini sering diperlakukan secara tidak adil. "Bahkan untuk mengurus kartu yang berkaitan dengan kesehatan agar beroleh kemudahan berobat difasilias milik pemerintah pun masih ada diskriminasi. Jangan harap warga kami bisa mendapatkan kartu BLT ataupun beras miskin (Raskin)," katanya. Menjawab pertanyaan wartawan, Syaiful U`yun mengaku bahwa untuk keperluan air minum dan memasak atapun mandi, terpaksa menggunakan air sumur yang terdapat dibelakang kompleks transito. Kalaupun ada anak warga Ahmadiyah NTB yang terpaksa tidak mandi saat akan bersekolah, maka hal tersebut bukan hal yang baru. Karena warga tidak bisa mengandalkan sumur kecil untuk kebutuhan seratusan jiwa pengungsi. "Kami tidak tahu harus mengadukan permasalahan tersebut kepada siapa. Dan tidak seharusnya pemutusan itu dilakukan tanpa dikoordinasikan lebih dulu dengan pengungsi. Karena pengungsi menempati lokasi itu bukan atas keinginan warga Ahmadiyah," katanya. Ditambahkan, pemerintahlah yang menempatkan warga Jemaat Ahmadiyah bermukim di transito milik Dinas Transmigrasi provinsi NTB, setelah belasan rumah milik Jemaat Ahmadiyah dibakar massa di beberapa lokasi. Warga Jemaat Ahmadiyah NTB yang terpaksa mengungsi tersebut memiliki lahan serta perumahan, tetapi kompleks perumahan tersebut hingga saat ini belum bisa ditempati kembali, karena belum adanya jaminan keamanan yang mampu diberikan pemerintah di daerah ini. Kalau memang ada pihak-pihak tertentu yang ingin mengusir pengungsi Jemaat Ahmadiyah itu dari tempat pengungsian tersebut, hendaknya pemerintah memberikan jaminan penuh kepada setiap warga Jemaat Ahmadiyah untuk kembali ke rumah masing-masing. "Warga kami juga punya rumah tempat tinggal, baik di Lombok Timur atapun di Lombok Barat dan Mataram. Kalau memang sudah tidak mampu lagi memberikan fasilitas yang diperlukan, tolong diberikan jaminan keamanan bila warga kembali memperbaiki rumah-rumah tinggal bekas jarahan warga masyarakat," pintanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008