Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh Sudan menilai bahwa kemelut Darfur bersumber dari upaya Barat memecah belah Darfur, yang dikenal sebagai kota kaya sumberdaya alam. "Barat sengaja menciptakan sengketa di Darfur, karena Darfur kaya sumberdaya alam. Tidak benar jika kemelut di Darfur akibat sengketa suku dan agama, karena seluruh penduduk Darfur beragama Islam," kata Syeh Umar Idris Hadroh, ulama dari Kementerian Wakaf Sudan ketika ditemui di antara Konferensi Antarbangsa Cendekiawan Islam (ICIS) III di Jakarta pada Rabu. Menurut Ketua Majelis Dakwah Islam Sudan itu, barat --terutama kalangan medianya-- gencar melakukan propaganda memecah belah rakyat Darfur, sekalipun rakyat Darfur --baik penduduk setempat maupun suku pendatang-- hidup berdampingan dengan damai. Ia juga menilai tuduhan Mahkamah Antarbangsa bahwa Presiden Omar Bashir terlibat pembantaian suku sebagai propaganda, yang jauh dari kebenaran. "Itu tidak benar. Saya tidak percaya. Kami memunyai bukti bagaiamana presiden kami dicintai rakyat Darfur," katanya sambil menunjukkan rekaman video tentang kedatangan Presiden Bashir ke Darfur, yang disambut hangat rakyatnya. Ia menggarisbawahi bahwa tuduhan Barat bahwa Presiden Bashir dibenci rakyatnya adalah tidak benar. "Kedatangan kami ke ICIS kali ini adalah untuk memberikan keterangan tepat kepada dunia bahwa keadaan di Darfur tidak seburuk yang diberitakan media antarbangsa," katanya. Sementara itu, jurubicara urusan luar negeri Kementerian Wakaf Sudan Alfatih Mukhtar mengatakan bahwa keadaan di Sudan mulai tenang. Keberhasilan pemilihan umum di Sudan juga membawa Sudan ke masa lebih demokratis, karena pemerintah saat ini terdiri atas partai majemuk. Menurut dia, pemerintah Sudan mengutamakan hukum, mempersatukan seluruh unsur di Sudan dan melakukan lobi politik di luar negeri untuk menunjukkan kepada dunia bahwa negeri itu berubah. Senada dengan Umar, Fatih menuduh Barat melakukan sejumlah propaganda untuk mengacaukan Sudan. Oleh karena itu, tambah dia, konferensi ICIS III penting bagi Sudan sebagai ajang memperkenalkan Sudan baru kepada negara muslim lain, apalagi di tengah perkembangan masalah penangkapan Presiden Bashir.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008