Medan (ANTARA News) - Puluhan massa Gerakan Masyarakat Penyelamat Uang Negara (Gempur) berunjukrasa di Kejari Medan, Senin mendesak agar institusi hukum mengusut dugaan korupsi di Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kota Medan. Koordinator aksi Gempur Aminullah dalam orasinya mengatakan, dalam pengamatan yang dilakukan sangat banyak praktik dugaan korupsi di Diknas Kota Medan yang merugikan negara miliaran rupiah. Diantaranya, kata dia, praktik penarikan "uang pelicin" dalam pencairan dana biaya operasional sekolah (BOS) tahun 2006/2007 sebesar 17 persen dari setiap Kacabdis di Kota Medan yang diperkirakan merugikan negara sekitar Rp3 miliar. Selanjutnya, penunjukan percetakan buku sekolah pada tahun ajaran 2006/2007 kepada salah satu penerbit yang diduga "kroni" Kepala Diknas Kota Medan, Hasan Basri guna mendapatkan "fee" (keuntungan). Praktik itu dianggap bertentangan dengan Peraturan Menteri Diknas Nomor 26 Tahun 2005 tentang daftar buku yang telah memenuhi kelayakan penerbit. "Praktik tersebut diduga merugikan negara Rp1 miliar," katanya. Ia menambahkan, praktik dugaan korupsi lain adalah pengerjaan soal ujian dalam ujian akhir sekolah tahun ajaran 2004/2005 yang dilakukan tanpa tender dan diperkirakan merugikan negara Rp2 miliar. Selain itu, diduga juga terjadi penyelewengan dana bantuan Program Bantuan Terarah untuk siswa putus sekolah tahun pendidikan 2005/2006 sebesar Rp2 miliar. Praktik dugaan penyelewengan itu dilakukan dengan cara membuat kegiatan fiktif yang melibatkan beberapa camat dan lurah di Kota Medan, katanya tanpa menyebabkan nama camat dan lurah itu. Pengunjukrasa juga menyebutkan beberapa dugaan korupsi lain seperti dugaan pemalsuan surat keterangan hasil ujian (SKHU) pada tahun 2005 dan dugaan penggelapan dana koreksi hasil ujian dari APBD Kota Medan tahun 2005/2006. Kepala Seksi Intelijen Kejari Medan, Andi Y. Herlan, SH yang menerima pengunjukrasa mengatakan, dugaan korupsi yang disampaikan itu merupakan temuan baru. "Kejari Medan akan mempelajari kasus tersebut agar dapat ditindaklanjuti," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008