Hongkong (ANTARA News) - Kecemasan akan melambatnya pereekonomian global menjangkiti saham-saham berbasis sumberdaya alam (SDA) yang tengah 'booming', menyusul penurunan tajam harga minyak dan logam, di samping memburuknya ekonomi AS serta bayangan perlambatan ekonomi China. "Ada perlambatan ekonomi dan pasar secara perlahan mulai merespon. Beberapa spekulasi yang sebelumnya ditempatkan pada sektor komoditas mulai berpaling," kata Mark Konyn, CEO Allianz SE`s billion, sebagaimana dilaporkan Reuters. "Pandangan kami ke depan masih menekankan faktor struktural, mengingat belum adanya pelunakan permintaan, meskipun masih ada hambatan pasokan." Hingga saat ini, para investor mengandalkan China untuk menjaga harga minyak, tembaga, dan besi, meskipun ekonomi AS tengah terpukul oleh krisis perumahan yang membawanya ke jurang resesi. Konsumsi masyarakat China dan yang kini lebih kaya juga mendorong kenaikan tajam harga bahan pangan. Namun harga tembaga yang turun pada Senin (4/8) lebih diakibatkan permintaan yang menurun tidak bisa mengimbangi kenaikan cadangan. Sementara pasokan kedelai untuk pasar berjangka juga meningkat, padahal konsumsi China melambat menjelang Olimpiade Beijing. "Daripada melihat dari sisi positif, yaitu bahwa harga komoditas yang melunak mengurangi tekanan inflasi, orang-orang malah melihat ini sebagai indikasi perlambatan pertumbuhan," kata Greg Goodsell, analis saham pada ABN AMRO di Sydney. Data Jumat lalu menyebutkan, sektor manufaktur China mengalami kontraksi pada Juli, yang merupakan kali pertama sejak 2005. Meski demikian, para analis mengatakan perlambatan itu dikarenakan penutupan beberapa industri menjelang Olimpiade, yang akan dibuka pada Jumat. "Pertumbuhan ekonomi China menunjukkan perlambatan drastis, yang artinya lebih buruk dari ekspektasi banyak pihak," kata analis Citigroup Asia, Lan Xue. Indeks CRB Jefferies Reuters, yang mengumpulkan harga 19 komoditas, jatuh 3 persen pada Senin, hingga menghapus seluruh keuntungan yang diperoleh pada awal Mei. Indeks pertambangan Inggris turun 3,5 persen di London pada Senin dan raksasa-raksasa komoditas Australia juga mengikuti. Indeks besi baja Jepang turun 3,0 persen dan indeks material MSCI ACWI juga 1,1 persen lebih rendah dari sebelumnya. "Setelah berfokus pada pasokan logam dalam beberapa tahun terakhir, tampaknya fokus pasar mulai beralih pada dampak akibat cepatnya perlambatan permintaan," kata Edward Meir, analis MF Global. Dipicu oleh penurunan permintaan dari AS, harga minyak turun hampir 20 persen sejak mencetak rekor tertinggi 147,27 dolar AS per barel pada 11 Juli. Tapi secara keseluruhan, kenaikan harga minyak telah mencapai hampir 20 persen. "Ada spekulasi bahwa sektor komoditas akan terus menurun dalam beberapa pekan terakhir," kata Joe Kinahan, analis derivatif broker online, Thinkorswim Inc. "Banyak investor yang sebelumnya telah untung besar, mulai mengambil langkah-langkah pengamanan." (*)

Copyright © ANTARA 2008