Hal ini disebabkan pelaku memburu dolar AS membeli mata uang asing itu, sehingga menekan rupiah melemah sebesar 200 poin, kata Analis Valas PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova di Jakarta, Senin
Nilai tukar rupiah turun menjadi Rp11.100/Rp11.150 per dolar AS dibanding penutupan pada akhir pekan lalu yang mencapai Rp10.900/11.000 atau melemah 200 poin.
Menurut dia, rupiah mendapat tekanan pasar, karena pelaku mulai melirik ke mata uang asing setelah pekan lalu di pasar global melemah akibat aksi lepas dolar AS.
Aksi lepas itu terjadi karena mereka memperkirakan jumlah tenaga kerja AS pada Desember lalu diperkirakan akan berkurang, akibat melesunya pertumbuhan ekonomi AS, katanya.
Rupiah, lanjut dia sebenarnya masih berada dalam posisi yang aman, meski berada di atas angka Rp11.000 per dolar AS. Jadi koreksi harga yang terjadi saat ini karena pelaku menilai saatnya untuk membeli dolar AS dan melepas rupiah yang berada di bawah angka Rp11.000 per dolar AS.
"Kami memperkirakan rupiah akan kembali membaik melihat indikator ekonomi nasional masih membaik seperti laju inflasi Desember yang mencapai deflasi 0,04 persen," ucapnya.
Ia mengatakan, rencana pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) juga memberikan sentimen positif pasar. Penerbitan obligasi itu juga mendukung Bank Indonesia (BI) yang telah menurunkan suku bunga acuannya menjadi 8,75 persen.
Turunnya BI Rate diperkirakan akan mendorong perbankan juga menyesuaikan posisi bunganya yang saat ini dinilai sudah sangat tinggi dan penurunan itu juga menunjukkan bahwa suku bunga perbankan sudah mencapai puncaknya, katanya.
Karena itu rupiah kedepan, lanjut dia akan kembali membaik dan mampu berada dibawah angka Rp11.000 per dolar AS mendekat angka Rp10.500 per dolar AS.
Arah rupiah ke sana sangat besar hanya tinggal menunggu waktu saja, ujarnya.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009