Pemerintah perlu terus meningkatkan kebijakan pro-investasi untuk mendorong masuknya foreign direct investment ke dalam negeri
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menyatakan kebijakan pro-investasi kalau benar-benar dijalankan secara konsisten oleh pemerintah bakal menekan potensi resesi akibat ketidakpastian global.

"Pemerintah perlu terus meningkatkan kebijakan pro-investasi untuk mendorong masuknya foreign direct investment ke dalam negeri," kata Pingkan di Jakarta, Kamis.

Pingkan mengingatkan bahwa Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) merevisi pertumbuhan ekonomi global dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen. Sebelumnya hal serupa juga sudah dilakukan oleh dua lembaga keuangan dunia lainnya, yaitu Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.

Baca juga: Presiden ingatkan ancaman resesi ekonomi tahun depan

Menurut dia, terjadinya revisi pada perkiraan pertumbuhan ekonomi global nampaknya sudah sangat jelas terjadi sebagai dampak dari volatilitas keadaan pasar di tengah gejolak ekonomi global.

"Ketegangan geopolitik dan beberapa faktor yang disebutkan sebelumnya memang bergerak sangat dinamis pada paruh pertama tahun ini sehingga membuat badan-badan ekonomi internasional tersebut melakukan proyeksi ulang berdasarkan dengan perkembangan situasi yang ada. Hal ini pun kian memperkuat premis akan adanya resesi global dalam waktu dekat," jelasnya.

Kendati demikian, lanjutnya, pemerintah di bawah arahan Menteri Keuangan sudah menyadari betul akan adanya ancaman dari perkembangan ekonomi global yang kian tidak menentu.

Oleh sebab itu, ujar dia, APBN 2020 disusun dengan mempertimbangkan aspek internal dan eksternal. Hal ini menjadi sebuah langkah strategis yang ditempuh pemerintah untuk melanjutkan reformasi struktur perekonomian nasional yang berorientasi pada inovasi dan pemberdayaan SDM berdaya saing global.

Presiden Jokowi, lanjut Pingkan, juga telah menekankan bahwa Indonesia harus mengundang investasi yang seluas-luasnya dalam rangka membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang tengah dihadapi oleh bonus penduduk usia angkatan kerja.

Baca juga: Menperin hapus 18 regulasi antisipasi resesi global

"Presiden juga mengingatkan supaya jangan ada pihak yang alergi terhadap investasi. Semua hal menghambat investasi semuanya harus dipangkas, termasuk hal-hal terkait perizinan dan pungutan liar," katanya.

Ia juga mengemukakan, dengan adanya anggaran yang memfokuskan pada peningkatan kualitas SDM, pemerintah juga perlu terus berupaya untuk menarik investasi industri padat karya sebanyak-banyaknya agar anggaran yang besar tersebut dapat memberikan dampak riil bagi angkatan kerja Indonesia dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian 2014-2019 Airlangga Hartarto mengungkapkan, pihaknya akan menghapus 18 regulasi demi mengantisipasi berlanjutnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang diprediksi berdampak pada terjadinya resesi global, yang diharapkan dapat mempermudah laju nilai ekspor dan investasi.

“Ada 18 regulasi yang sedang difinalisasi, yang 12 dihapuskan, dan enam lagi disederhanakan. Prosesnya sedang dikebut agar bisa langsung diimplementasikan sebelum pelantikan kabinet baru,” kata Menperin lewat keterangannya di Jakarta, Rabu (16/10).

Ke-18 regulasi tersebut, sebagian besar terkait pengadaan bahan baku industri, terutama di sektor industri logam.

Menurut dia, industri logam menjadi salah satu sektor pokok karena produknya dibutuhkan banyak industri lainnya. Selain itu, sektor logam dinilai penting karena produk turunannya berorientasi ekspor seperti yang dihasilkan oleh industri otomotif.

“Karena logam itu jadi bahan baku untuk kebanyakan industri. Bahkan, industri logam itu sendiri banyak meminta perlindungan," ungkap Airlangga yang kini menjabat sebagai Menko Perekonomian.

Baca juga: Koperasi dinilai efektif antisipasi potensi resesi, ini alasannya
 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019